REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Awal Desember 2013 merupakan waktu yang dimanfaatkan untuk momentum Konferensi Parlemen soal WTO (PCWTO) yang digelar di Bali, 2-5 Desember. Kali ini, acara itu bakal disejajarkan dengan konferensi tingkat menteri (KTM) ke-9 WTO, yang bakal mengangkat soal perdagangan bebas.
"Baru kali ini secara resmi dilakukan pertemuan yang paralel antara anggota-anggota parlemen dengan pemerintah-pemerintahan anggota WTO yang selama ini diwakili oleh menteri-menterinya. Dengan demikian isu-isu yang terkait rakyat di negara-negara anggota WTO dapat terpecahkan dengan lebih adil," ujar Marzuki dalam pernyataannya, Selasa (26/11).
Perdagangan bebas dan liberalisme sesuai mekanisme pasar yang menjadi tujuan WTO, menurutnya, sah-sah saja. "Kesepakatan atau perjanjian yang dibuat dalam rangka perdagangan bebas, jangan sampai justru merugikan rakyat dan kepentingan masyarakat," tambahnya. Menurutnya, perdagangan multilateral dipandang perlu dengan mengedepankan prinsip open and fair trade.
Dalam ajang ini akan dianalisa banyak hal, karena ada sejumlah ketidakadilan dalam kerja sama di perdagangan bebas itu. "Dari kaca mata kami memang harus ada koreksi terkait isu perdagangan bebas. Selama ini Indonesia mengalami kerugian terutama para pengusaha kecil yang tidak sanggup bersaing dengan industri kecil di negara-negara yang lebih maju," tegasnya.
DPR akan memperjuangkan kepentingan utama Indonesia terkait dengan ketahanan pangan dan kepentingan petani. Hal yang paling utama adalah menyukseskan proposal public stockholding untuk ketahanan pangan yang diajukan negara-negara anggota G-33 yang dipimpin Indonesia. Tujuannya adalah untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri, sebelum negara itu memutuskan membuka keran impor.
Sejumlah negara anggota menyatakan kesiapannya untuk hadir. Selain itu, sejumlah organisasi antarpemerintah dan asosiasi parlemen internasional juga hadir. Akan hadir juga perwakilan pemerintah Congo, Lithuania, Mali, Togo, dan Inggris.
Indonesia sebagai tuan rumah menargetkan Paket Bali pada penyelenggaraan KTM ke-9 itu untuk memecahkan kebuntuan Putaran Doha yang terhenti sejak 2001. Paket Bali tersebut berisi kesepakatan yang terkait dengan tiga agenda penting negosiasi WTO, yaitu Fasilitasi Perdagangan, Pertanian dan Pembangunan negara-negara kurang berkembang (LDCs).