DILLI -- Tekanan terhadap Australia atas kegiatan spionasenya di kawasan terus berlanjut. Kini giliran Timor Leste menuduh kegiatan spionase Australia itu juga mengganggu ruang kabinetnya demi keuntungan komersial. Timor Leste juga mengancam akan membatalkan kesepakatan yang berpotensi menguntungkan Australia miliaran dolar atas sejumlah royalti.
Figur senior di pemerintahan Timor Leste mengatakan Badan Intelejen Australia (ASIS) diam-diam merekam jajaran menteri Timor Leste dan pejabat di Dili pada tahun 2004.
Ini bukan pertama kalinya tuduhan itu diungkapkan, tetapi Agio Pereira - orang yang diperkirakan akan menjadi perdana menteri Timor Leste berikutnya - adalah pemimpin yang paling menonjol untuk menyuarakan tuduhan itu ke publik.
Pada tahun 2006 pemerintah Howard menandatangani perjanjian Pengaturan Maritim tertentu di Laut Timor (CMATS) dengan Timor Leste.
Kedua negara sepakat untuk saling berbagi 50-50 dari sekitar $ 40 miliar pendapatan dari pengembangan gas, tetapi Timor kini berselisih atas perjanjian itu, sebagian karena spionase.
Pereira mengatakan penyadapan terjadi selama negosiasi perjanjian CMATS, dan itu telah memberikan keuntungan besar bagi Australia.
"Insider trading yang dilakukan Australia adalah kejahatan. Dan ketika Anda menyadap evaluasi tim negosiasi mengenai dampak dari negosiasi yang mereka lakukan, Anda akan memiliki keuntungan," katanya.
"Ini lebih dari tidak adil, aksi penyadapan selama negosiasi perjanjian itu benar-benar menciptakan kerugian yang luar biasa di pihak yang lain (Timor Leste) dan menurut hukum internasional, Konvensi Wina dan hukum perjanjian, anda harus bernegosiasi dengan itikad baik."
Sementara menolak memberikan bukti tuduhan, ia mengatakan Timor Leste telah memutuskan untuk membawa kasus itu ke panel arbitrase di Den Haag pada bulan Desember mendatang.
Seorang pengacara yang bekerja pada kasus ini mengatakan sidang pendahuluan akan digelar sebelum pengadilan arbitrase permanen minggu depan.