REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- PBB akan mulai menggunakan pesawat pengintai tanpa awak untuk pertama kali di Republik Demokratik Kongo (DRC) pada Selasa dalam gerak maju pengumpulan informasi intelijen bagi badan dunia itu.
Pesawat akan digunakan untuk memantau perbatasan rawan DRC dengan Rwanda dan pergerakan milisi dan kelompok bersenjata dari daerah dilanda kemalut tiga dasawarsa itu. PBB memiliki satu missi pemeliharaan perdamaian besar di DRC, dan misi lain dan negara lain ingin pesawat mata-mata pertama itu dapat digunakan lebih luas.
Kepala pasukan perdamaian PBB Herve Ladsous di Goma, kota besar di DRC timur "meresmikan peluncuran pesawat udara tanpa awak dan tanpa senjata" itu Selasa (3/12), kata juru biara PBB Martin Nesirky kepada wartawan.
Pesawat itu merupakan "satu alat penting untuk membantu missi itu dalam memenuhi mandatnya untuk melindungi para warga sipil," tambah Nesirky. Missi itu akan dimulai dengan pesawat mata-mata yang dibangun perusahaan Italia Selex ES, satu cabang dari perusahaan raksasa Italia Finmeccanica,kata para pejabat PBB.
Tidak kurang lima pesawat akan beroperasi setelah uji-uji coba selesai, tambah mereka. Jenderal Carlos Alberto Dos Santos Cruz, komandan militer missi PBB, MANUSCO, bulan lalu mengatakan bahwa pada Maret atau April akan ada operasi pengawasan pesawat tanpa awak selama 24 jam di DRC timur.
Wilayah yang kaya mineral itu adalah pusat dari satu zona di mana jutaan orang tewas dalam konflik dalam puluhan tahun belakangan ini. PBB membentuk brigade intervensi berkekuatan 3.000 personil tahun ini untuk beroperasi di DRC timur dengan satu mandat khusus "ofensif pemeliharaan perdamaian". Ini adalah perobahan yang drastis missi PBB.