Selasa 03 Dec 2013 17:21 WIB

Kerusuhan Ukraina, Putin Sebut Aksi Itu Bukan Revolusi

Presiden Rusia, Vladimir Putin.
Foto: Reuters/Mikhail Klimentyev/RIA Novosti/Pool
Presiden Rusia, Vladimir Putin.

REPUBLIKA.CO.ID, YEREVAN -- Tokoh kuat Rusia Vladimir Putin, Senin, mengecam aksi protes jalanan di Ukraina guna menentang keputusan pemerintah untuk tidak menandatangani perjanjian kunci dengan Uni Eropa dan membangun hubungan yang lebih dekat dengan Kremlin.

"Peristiwa di Ukraina tampak lebih seperti 'pogrom' daripada revolusi," kata Putin dalam kunjungan ke Armenia. Pogrom adalah istilah dalam Bahasa Rusia untuk merujuk pada serangan yang diikuti oleh aksi menghancurkan, merusak dan mencuri properti serta pembunuhan. "Ini tak ada kaitannya dengan hubungan Ukraina dan Uni Eropa," katanya, seperti dilansir dari AFP, Selasa (3/12).

Putin mengatakan bahwa aksi demonstrasi itu terkait dengan perjuangan politik internal di Ukraina dan menyebut hal itu sebagai awal yang salah menjelang pemilihan umum presiden pada 2015. "Tindakan ini disiapkan dari luar. Kita bisa melihat bagaimana terorganisirnya kelompok-kelompok pejuang yang terlibat. Ini merupakan upaya untuk menggoyang pemerintah yang sah," kata Putin.

Para demonstran Ukraina, Senin, telah memblokade gedung pemerintah dan berkemah di alun-alun Kiev dalam upaya untuk menggulingkan pemerintah setelah kebrutalan polisi dan sengketa politik serta batalnya perjanjian perdagangan bebas dengan Uni Eropa yang telah membawa bangsa itu ke krisis politik terburuk dalam satu dasawarsa terakhir.

Dipicu oleh kemarahan atas penindakan keras pada oposisi, aksi itu menyeru untuk pengunduran diri Presiden Viktor Yanukovych dan pemerintahannya. Aksi itu diikuti lebih dari 100 ribu orang yang dipimpin oleh para politisi termasuk juara tinju dunia Vitali Klitschko. Para demonstran turun ke jalan-jalan di Kiev dan kota-kota Ukraina lainnya pada Ahad.

Ukraina, bekas negara Soviet, akan menandatangani kesepakatan yang akan mempererat hubungan mereka dengan Uni Eropa pada pertemuan puncak bulan lalu tapi Yanukovych membatalkannya pada menit terakhir mengutip tekanan dari Moskow.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement