REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Kepala Badan Kemanusiaan PBB Valerie Amos, Selasa (4/12), membuat permintaan baru agar Dewan Keamanan PBB menekan Pemerintah Suriah memberikan akses yang lebih luas untuk menjangkau warga sipil yang terperangkap, kata para diplomat.
Perserikatan Bangsa Bangsa memperkirakan lebih dari 2,5 juta orang berada di kawasan yang tidak dapat dijangkau oleh Perserikatan Bangsa Bangsa dan badan-badan bantuan lain karena intensitas perang saudara yang telah berlangsung selama 33 bulan itu.
"Kebrutalan konflik ini tidak dapat diterima. Bahkan perang pun memiliki aturan. Dalam konflik ini, aturan tidak dihormati," kata Amos dalam pertemuan tertutup itu.
"Menjadikan warga sipil sandera konflik tidak dapat diterima," tambahnya, menurut para diplomat yang hadir dalam pertemuan tersebut .
"Pemerintah harus diyakinkan untuk mengizinkan akses kemanusiaan," tambah Amos. Ia menuntut sejumlah kebijakan termasuk agar pemerintah Suriah mencabut hambatan untuk mengeluarkan visa bagi para pekerja bantuan internasional.
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa menyetujui sebuah pernyataan pada bulan Oktober yang menyerukan akses kemanusiaan yang lebih besar. Negara-negara barat mengatakan pemerintah Suriah telah mengabaikan seruan itu, sementara Rusia, sekutu utama Presiden Bashar al- Assad, mengatakan situasi telah membaik.
Duta Besar Suriah untuk Perserikatan Bangsa Bangsa, Bashar Jaafari, membela rekam jejak bantuan kemanusiaan pemerintahnya, dengan mengatakan kepada wartawan jika Pemerintah Suriah telah memberikan 222 visa tahun ini untuk pekerja bantuan asing.
PBB memperkirakan bahwa sekitar 6,8 juta orang di Suriah memerlukan bantuan makanan, obat-obatan dan keperluan lainnya.