REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Edy Suandi Hamid mengemukakan mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Amerika Serikat ikut memikirkan nasib bangsa.
Di antaranya, menyumbangkan pemikiran terkait pergantian kepemimpinan nasional yang akan berlangsung April 2014 mendatang.
Edy Suandi Hamid mengemukakan hal tersebut di hadapan anggota Perhimpunan Mahasiswa Indonesia Amerika Serikat (Permias) cabang Hawaii dan Ikatan Warga Indonesia (IWI) Hawaii di Campus Center University Hawaii at Manoa (UHM), Honolulu, Sabtu (7/12) pagi (waktu Indonesia) atau Jumat (6/12) sore (waktu setempat). Hadir dalam pertemuan tersebut Ketua IWI Franki Huja, dan wakil Ketua Permias Qushai Umar.
Dikatakan Edy, walau para mahasiswa dan warga Indonesia di Hawaii sudah berada pada comfort zone (hidup enak), tetap harus memikirkan keadaan bangsa. Jangan sampai sudah nyaman di negeri orang sampai lupa dengan persoalan yang dihadapi bangsa.
"Tak usah takut dicap politik praktis kalau bicara kriteria kepemimpinan nasional. Namun memang jangan harus langsung merujuk pada figur tertentu," kata Edy yang dalam kunjungan tersebut telah bertemu dengan petinggi UHM.
Menurut Edy, ajakannya merupakan pendidikan politik. Sehingga tingkat partisipasi warga Indonesia di luar negeri khususnya Amerika Serikat bisa meningkat.
Lebih lanjut, Edy menyatakan, saat ini bangsa Indonesia seakan dicekoki media utuk memilih pemimpin salon. Yakni figur yang dipoles, penuh pencitraan, dan dibangun kehebatannya dengan kata-kata, bukan dengan Fakta.
Padahal bangsa Indonesia membutuhkan pemimpin yang mampu menjawab persoalan besar bangsa, seperti persoalan kemiskinan, pengangguran, ketidakmerataan, dan penegakan hukum.
"Untuk memecahkan persoalan bangsa butuh tokoh yang teruji, kuat, berani, jujur, dan sudah terbukti dari rekam jejaknya," ujar Rektor UII yang juga Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) dan mantan ketua Forum Rektor Indonesia (FRI) ini.
Menurut Edy, tak mungkin tokoh seperti yang diharapkan tidak ditemukan dari 240 juta rakyat Indonesia. "Bayangkan, Singapura yang kecil hanya butuh satu sosok seperti Lee Kuan Yew untuk membuat Singapura bisa besar seperti sekarang. Malaysia juga hanya butuh seorang Mahathir Mohamad," ujarnya.
Bahkan, ia juga merujuk kemajuan di Uni Emirat Arab. "Dubai belasan tahun lalu tak terdengar. Sekarang sangat dikenal karena emirnya sangat visioner dalam membangun Dubai," kata Edy menutup paparannya yang dilanjutkan dengan dialog tersebut.