REPUBLIKA.CO.ID, DOHA -- Seorang anggota pening oposisi Suriah Ahad mengatakan, keputusan "akhir" untuk menghadiri atau memboikot konferensi perdamaian yang didukung Perserikatan Bangsa Bangsa yang disebut Jenewa II akan diambil pada akhir bulan ini.
Koalisi Nasional, payung kelompok oposisi semakin bertentangan dengan pemberontak di lapangan, yang sebelumnya telah mengatakan akan menghadiri pembicaraan Jenewa yand dijadwalkan 22 Januari tetapi dengan syarat tertentu.
Hal yang penting, pihaknya menegaskan bahwa Presiden Bashar al-Assad tidak memainkan peran dalam masa depan Suriah - satu permintaan yang sangat ditolak oleh Damaskus.
"Sebuah keputusan akhir akan diambil selama pertemuan Koalisi pada pertengahan Desember di Istanbul," kata anggota oposisi George Sabra kepada AFP di Ibu kota Qatar, Doha.
Namun ia menambahkan bahwa tidak ada kepastian konferensi itu akan berlangsung ke depan.
"Saya ragu bahwa konferensi akan berlangsung," kata Sabra, yang mengepalai Dewan Nasional Suriah (SNC), anggota terbesar dari Koalisi Nasional.
SNC di masa lalu telah mengatakan tidak akan menghadiri pembicaraan Jenewa II.
"Tak seorang pun akan berani pergi ke Jenewa tanpa berkonsultasi dengan kekuatan yang ada di lapangan yang mempertahankan kekuatan secara nyata" untuk bernegosiasi, katanya.
Konferensi Jenewa bertujuan untuk mengakhiri perang saudara hampir tiga tahun, kebuntuan berdarah yang diperkirakan telah menewaskan 126.000 orang dan mendorong jutaan orang meninggalkan rumah mereka.
Pemimpin pemberontak Tentara Pembebasan Suriah Selim Idriss telah mengatakan bahwa ia akan siap untuk pergi ke Jenewa guna pembicaraan jika serangkaian tuntutan dipenuhi, termasuk Bashar menyingkir.
Tetapi aliansi pemberontak yang baru terbentuk dan mengatakan pihaknya ingin menggantikan rezim Suriah dengan negara Islam dan berkoalisi dengan 19 kelompok Islam yang berjuang untuk menggulingkan Bashar al-Assad telah menolak pembicaraan langsung.