REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Foto-foto Presiden AS Barrack Obama yang sedang bercanda serta mengambil foto diri (selfie) bersama Perdana Menteri Inggris David Cameron dan Perdana Menteri Denmark Helle Thorning-Schmid saat upacara penghormatan terakhir untuk pahlawan antirasisme dunia Nelson Mandela hari selasa (10/12) silam beredar luas.
Banyak orang berkomentar soal foto yang diambil di Stadion First National Bank (FNB) di Johannesburg, Afrika Selatan oleh fotografer AFP, Roberto Schmidt tersebut. Schmidt sendiri mengaku merekam peristiwa tersebut secara spontan.
Pakar Public Relation Inke Maris justru memberikan penilaian positif terhadap foto yang mengundang cibiran tersebut. Senada dengan Schmidt, Inke Maris berpendapat foto-foto tersebut berhasil menunjukkan sisi manusiawi dari para pemimpin dunia.
“Sebelum dan sesudah menjadi presiden negara adi kuasa, kita tahu Obama memiliki sifat yang sensitif, akrab, terbuka, dan simpatik. Kita harus mengukur foto Obama yang sedang tertawa itu dari sifatnya selama ini,” kata mantan Public Relation Manager untuk World Trade Center tersebut, Jumat (12/12).
Menilai sebuah foto harus dilekatkan dengan konteks kapan dan di mana foto itu diambil. Memang, foto selfie Obama bersama dua orang perdana menteri tersebut diambil dalam acara bertema duka melepas kepergian Mandela. Namun, ada konteks lain yang juga seharusnya menjadi pertimbangan, yaitu mereka adalah tiga orang sahabat yang tidak bisa setiap hari bertemu.
“Mungkin dia sedang bahagia bertemu dengan sahabat-sahabatnya, atau sedang mendengar cerita lucu dan menyentuh tentang mendiang Mandela. Penting untuk memberikan penilaian secara fair, melihat konteksnya secara keseluruhan, bukan atas dasar penilaian sesaat dengan sudut pandang yang sempit saja,” jelas Inke.
Di tempat lain, pengamat gestur politik Erman Anom menengarai tersebarnya foto-foto tersebut tidak akan berpengaruh besar terhadap citra politik Obama. Anom hanya menyayangkan adanya foto-foto tersebut, karena menurutnya kejadian yang tergambar dalam foto-foto tersebut tidak etis.
“Itu tidak etis, dalam sebuah acara perkabungan kan semestinya menunjukkan empati,” kata Vice Chaiman Institute for Social Enpowerment and Democracy (INSED) ini.