Sabtu 21 Dec 2013 08:47 WIB

Obama Lihat Peluang Penyelesaian Masalah Nuklir Iran

Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama
Foto: AP/Charles Dharapak
Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS), Barack Obama, Jumat (20/12), mengatakan ada kemungkinan mengenai penyelesaian bagi masalah nuklir Iran. Selama ini, masalah tersebut telah menjadi tantangan bagi upaya AS selama satu dasawarsa.

Dengan kesepakatan sementara dicapai antara negara besar dunia dan Iran pada November, dia menilai hal itu langkah yang baik. "kKta mencapai penghentian pertama dan dalam beberapa kasus pengunduran kemampuan nuklir Iran. Untuk pertama kali kita telah menyaksikan itu dalam waktu hampir satu dasawarsa," kata Obama dalam pernyataan akhir tahun, yang dilansir dari Xinhua, Sabtu (21/12).

Obama mendesak anggota parlemen agar tidak menjatuhkan sanksi ke Iran sekarang. Namun, ia mengatakan tidak terkejut jika ada pembicaraan semacam itu di Kongres. "Politik berusaha kelihatan keras terhadap Iran seringkali baik ketika anda mencalonkan diri atau jika anda memangku jabatan."

Sebanyak 26 Senator mengajukan rancangan ketentuan pada Kamis (19/12) untuk menjatuhkan sanksi tambahan atas Iran jika Teheran gagal mematuhi kesepakatan sementara pada November. Tidak jelas apakah atau kapan rencana itu akan dilontarkan dalam ajang pemungutan suara oleh para Senator.

Gedung Putih memandang tindakan tersebut tidak perlu dan mengancam akan memveto rancangan itu kalau diberlakukan. "Kami kira itu takkan diberlakukan. Seandainya itu diberlakukan, Presiden akan memvetonya," kata Juru Bicara Gedung Putih, Jay Carney, dalam satu taklimat pada Kamis.

Obama mengatakan, sangat penting bagi AS untuk menguji kemungkinan bahwa program nuklir Iran takkan dijadikan senjata, sebab pilihannya adalah potensi konflik dengan "segala jenis konsekuensi yang tak diiingini". Ia kembali menyatakan keinginannya untuk menyelesaikan masalah nuklir Iran secara diplomatik, yang ia katakan juga adalah pilihan Kongres dan rakyat Amerika.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement