Ahad 22 Dec 2013 15:46 WIB

Presiden Castro Ultimatum AS Setop Menuntut Kuba

Presiden AS Barack Obama (kiri) menjabat tangan Pemimpin Kuba, Raul Castro, sesaat sebelum memberikan pidato dalam acara peringatan dan pemakaman Nelson Mandela di Soweto, Afrika Selatan, Selasa (10/12/2013)
Foto: REUTERS
Presiden AS Barack Obama (kiri) menjabat tangan Pemimpin Kuba, Raul Castro, sesaat sebelum memberikan pidato dalam acara peringatan dan pemakaman Nelson Mandela di Soweto, Afrika Selatan, Selasa (10/12/2013)

REPUBLIKA.CO.ID, HAVANA -- Presiden Kuba Raul Cstro, memperingatkan negaranya akan tetap menjauhkan diri dari Amerika Serikat selama puluhan tahun jika Washington tidak menghentikan tuntutan-tuntutan politik.

"Jika kita benar-benar ingin membuat kemajuan dalam hubungan bilateral, kita harus belajar menghargai perbedaan masing-masing dan menggunakan untuk hidup damai dengan mereka. Jika tidak, maka kemajuan tidak akan tercapai. Kita telah 55 tahun seperti ini," kata Castro dalam penutupan sidang legislatif, di Havana, Kuba, Sabtu (22/12).

Raul Castro, 82 tahun baru-baru ini menjadi berita halaman depan surat-surat kabar dunia karena berjabat tangan dengan Presiden Amerika Serikat Barack Obama pada acara pemakaman pemimpin Afrika Selatan Nelson Mandela.

Amerika Serikat dan Kuba tidak memiliki hubungan bilateral penuh. Washington mengenakan sanksi-sanksi terhadap Havana-- satu-satunya negara Komunis di benua Amerika-- sejak tahun 1962.

Untuk memulihkan hubungan penuh dengan Kuba, undang-undang AS secara teknis menetapkan satu perubahan dalam pemerintah Kuba.

"Kita tidak meminta AS mengubah politiknya dan sistem sosialnya, begitu juga kita tidak setuju merundingkan masalah-masalah kami," kata Castro terus terang.

Kuba selalu siap berunding selama kemerdekaannya dan penentuan nasib sendirinya tidak dirusak, kata Castro.

AS menguasai satu pangkalan Angkatan Udara di Provinsi Guantanamo Kuba yang bertentangan dengan keinginan Havana, tetapi negara itu menolak meninggalkan daerah itu. Lokasi itu dijadikan kamp penjara yang kontroversial bagi para teroris yang diperangi AS.

sumber : Antara/ AFP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement