Kamis 26 Dec 2013 14:45 WIB

Islam Politik di Timteng Belum Habis

Rep: elba damhuri/ Red: Maman Sudiaman
Anggota Senior Ikhwanul Muslimin (ilustrasi)
Foto: radioboston.wbur.org
Anggota Senior Ikhwanul Muslimin (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Debat kejatuhan Islam politik di Timur Tengah terus menyeruak. Banyak kalangan menilai, masa depan Islam politik di Timur Tengah makin pudar seiring jatuhnya Pemerintahan Ikhwanul Muslimin di Mesir.

Namun, peneliti dari The Middle East Institute, Dr Khalil al-Anani, mengatakan pandangan berbeda. Menurut Khalil, wacana jatuhnya Islam politik di Timur Tengah tidak benar dan tidak relevan.

Jatuhnya politik Islam, kata dia, masih prematur dan belum bisa dibuktikan secara tepat baik dari sisi sejarah maupun masa kini. "Memang, Ikhwanul Muslimin jatuh di Mesir,tetapi bukan berarti mencerminkannya Islam politik yang runtuh," kata Khalil dalam ulasannya di Aljazeera.com, Kamis (26/12).

Ia menjelaskan, yang terjadi bukannya meredupnya Islam politik, melainkan terjadi perubahan politik dan ideologi di kalangan aktivis politik Islam selama masa krisis ini. Adaptasi menjadi kunci keberhasilan gerakan politik Islam yang selama ini terjadi.

Khalil mengatakan, sejarah telah membuktikan bahwa Islam politik itu merupakan fenomena tangguh, memiliki daya tahan kuat. Ketika mereka menghadapi tekanan politik penguasa, jelas dia, kaum Islamist cenderung untuk beradaptasi dan memulihkan keadaan dalam bentuk berbeda-beda.

Ketika Nasser menjatuhkan  Ikhwanul Muslimin dengan memenjarakan puluhan aktivisnya, banyak yang percaya perjalanan grup itu habis. "Ternyata Ikhwanul Muslimin bangkit lagi pada era 1970an dan pada 1980an jauh lebih kuat," kata Khalil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement