REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Cina akan segera mengirimkan utusan khususnya ke Sudan Selatan yang tengah dilanda konflik, kata Kementerian Luar Negeri Cina, Kamis.
Dalam pernyataan resmi di laman internet, Kemlu Cina mengutip pernyatan Menlu Wang Yi ketika mengumumkan hal itu di sela kunjungan kerjanya ke Arab Saudi, Rabu.
Sudan Selatan mendapatkan status kemerdekaan dari Sudan dua tahun lalu, tetapi saat ini negara termuda di dunia itu tengah dilanda konflik internal yang melibatkan dua pimpinan tertingginya.
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) memperkirakan ribuan orang telah tewas dalam konflik berdarah dengan puluhan ribu lain terpaksa mengungsi.
Cina merupakan salah satu negara asing yang memiliki kepentingan minyak di negara tersebut.
Menurut Wang, Cina akan mengutus pejabat khusus untuk urusan Afrika ke Sudan Selatan guna berdialog dengan seluruh pihak yang bertikai.
Cina bertekad untuk membantu situasi di Sudan Selatan agar kembali stabil, kata Wang.
Pertempuran sengit masih berlangsung di wilayah utara Sudan Selatan yang kaya minyak, Kamis, sementara kedua pemimpin kelompok yang bertikai dikabarkan mulai melakukan negosiasi dengan mediasi di tempat netral.
Pekan lalu, rivalitas antara Presiden Sudan Selatan, Salva Kiir, dan seterunya, wakil presiden yang dipecat Riek Machar,meletus dalam bentrokan yang melibatkan para pendukung bersenjata masing-masing.
Sejumlah laporan juga menyebutkan adanya kekerasan dan kejahatan antara kelompok entis Dinka dan Nuer.
Dua tentara penjaga perdamaian PBB dari India dan puluhan warga Dina terbunuh pada Kamis pekan lalu, ketika sekelompok pria bersenjata Nuer menyerang markas PBB di Jonglei.
Puluhan ribu warga sipil telah mengungsi ke markas PBB di bentrokan yang dipicu oleh pertentangan etnis.
Dewan Keamanan PBB memutuskan pada Selasa mengerahkan hampir 6.000 tentara dan polisi ke Sudan Selatan, menambah personel pasukan UNMISS menjadi 12.500 tentara dan 1.323 polisi sipil.
Sekjen PBB Ban Ki-Moon pada Senin mengingatkan bahwa PBB akan menyelidiki laporan tentang pelanggaran HAM dan kejahatan kemanusiaan yang terjadi di sana, terutama soal kejahatan perang yang melibatkan pembantaian etnis.
Sebelum merdeka, Sudan Selatan terkenal sebagai wilayah yang sering dilanda perang saudara sejak 1985 hingga 2005.