REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry pada Kamis menyatakan keprihatinan atas tindakan keras Mesir pada Ikhwanul Muslimin setelah pemerintah, yang dilantik militer, menyatakan kelompok itu teroris.
Dalam pembicaraan telepon dengan rekannya di Kairo, Menteri Luar Negeri Nabil Fahmy, Kerry mengutuk bom bunuh diri di Mansoura pada Selasa dan pengeboman bus pada Kamis di Kairo, kata Juru bicara Departemen Luar Negeri Jen Psaki dalam pernyataan.
Diplomat tinggi Amerika itu juga "menyatakan prihatin terhadap tindakan pemerintah Mesir 25 Desember tentang penyebutan Ikhwanul Muslimin sebagai teroris dan penahanan serta berbagai penangkapan baru-baru ini", kata Psaki.
Mesir telah menyalahkan presiden terguling dari kubu Islam Mohamed Mursi atas bom bunuh diri Selasa, yang diklaim oleh satu kelompok jihad.
Sebagai tanggapan, Kairo menyatakan Ikhwanul sebagai kelompok teroris dan Kamis mengepung para anggota kelompok, yang sudah lama menjadi gerakan politik dan sosial terorganisasi terbaik di negara itu.
Selama pembicaraan telepon, Kerry dan Fahmy "sepakat bahwa tidak boleh ad kekerasan di Mesir dan bahwa orang-orang Mesir layak hidup dalam suasana damai dan tenang," Kata Psaki.
Tetapi Kerry juga "menekankan perlunya proses politik inklusif yang merangkut seluruh spektrum politik dan menghormati hak asasi manusia semua rakyat Mesir untuk mencapai stabilitas politik dan perubahan demokratis".
Gerakan terbaru di Kairo menyebabkan penurunan dramatis bagi Ikhwanul Muslimin sejak Mursi digulingkan pada 3 Juli di tengah protes besar-besaran yang menuduhnya mengkhianati "revolusi" 2011 yang menggulingkan Hosni Mubarak dan diduga mengkonsolidasikan kekuasaan di tangan kelompok Islam.
Ikhwanul Muslimin masih menyelenggarakan protes hampir setiap hari meskipun fakta bahwa lebih dari 1.000 orang, terutama Islam, telah tewas dalam bentrokan di jalan-jalan dalam beberapa bulan terakhi. Ribuan anggota lainnya ditangkap, termasuk pemimpin Ikhwanul Muslimin, Muhammad Badie.