REPUBLIKA.CO.ID, JUBA -- Pasukan perdamaian PBB tambahan tiba Jumat di Sudan Selatan. Saat bersamaan pemerintah negara itu mengatakan telah menyetujui gencatan senjata segera setelah hampir dua minggu pertempuran seru dengan oposisi.
PBB memperingatkan bahwa ketegangan tetap tinggi dan berbahaya kendatipun usaha-usaha terus dilakukan untuk menghentikan agar kedua kubu bertikai tidak terjerumus dalam perang saudara di negara termuda dunia.
Meski demikian konflik yang baru berusia satu pekan lebih diperkirakan telah menewaskan ribuan orang itu.
Para pemimpin Afrika Timur yang bertindak sebagai penengah perdamaian, Jumat mengumumkan bahwa pemerintah Presiden Sudan Selatan Salva Kiir telah menyetujui satu gencatan senjata.
Hanya saja pemimpin de fakto pemberontak Riek Machar-- yang Kiir tuduh berusaha melakukan kudeta setelah dipecat sebagai wakil presiden Juli -- menyatakan tidak akan segera memberi komentar bagi gencatan senjata.
Dalam satu wawancara telepon satelit dengan stasiun radio Inggris BBC dari lokasi yang tidak diketahui, Machar mengatakan perlu satu mekanisme mendesak untuk memantau setiap gencatan senjata.
"Agar gencatan senjata itu dapat dipercaya diperlukan satu mekanisme, atau jika tidak kita akan diperdaya," katanya.
Ia juga menuntut agar Kiir membebaskan semua 11 sekutu politiknya yang ditahan tepat pada awal pemberontakan dimulai. Ia juga mengakui bahwa dua dari mereka telah dibebaskan.
Para pemimpin regional yang memediasi penghentian pertikaian itu memberikan Machar dan Kiir empat hari untuk melakukan perundingan langsung dan menyetop segala bentuk pertempuran. Mereka juga berjanji akan melakukan "tindakan lebih jauh" yang tidak disebutkan jika perang saudara berlanjut.