Senin 30 Dec 2013 15:55 WIB

Cina Larang Pejabat Merokok di Tempat Umum

Rep: Ani Nursalikah/ Red: Mansyur Faqih
Rokok (ilustrasi)
Foto: AP/Dave Martin
Rokok (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Cina terus melakukan upaya menekan jumlah perokok. Upaya terbaru adalah melarang pejabat merokok di tempat umum.

Kantor berita Xinhua, seperti dilansir AP, Senin (30/12) mengatakan para pejabat dilarang merokok di sekolah, rumah sakit, sarana olah raga, angkutan umum dan tempat-tempat lain. Mereka juga dilarang merokok atau menawarkan rokok saat sedang bertugas.

Para pejabat juga tidak boleh menggunakan uang rakyat untuk membeli rokok. Di kantor pemerintahan dan markas Partai Komunis berlaku larangan menjual produk tembakau. Iklan produk tembakau juga dilarang ditampilkan.

Peraturan tersebut tertuang dalam surat edaran dari komite pusat Partai Komunis dan Dewan Negara atau Kabinet Cina. Negara tirai bambu ini tidak mempunyai larangan merokok di tempat umum yang berlaku nasional. Namun, pemerintah telah mencoba melarang warga merokok.

Pada 2011, kementerian kesehatan mengeluarkan panduan larangan merokok di sejumlah tempat, termasuk hotel dan restoran. Sayangnya, larang tersebut tidak tegas diterapkan. Para ahli mengatakan pendapatan yang besar dari pabrik rokok milik pemerintah membuat peraturan tidak bisa dilaksanakan dengan baik.

Sekitar 1,4 juta penduduk Cina meninggal akibat penyakit yang berhubungan dengan merokok. Dalam beberapa tahun terakhir, menurut statistik rokok adalah ancaman kesehatan terbesar yang dihadapi warga Cina. 

Cina dengan populasi penduduk 1,35 miliar jiwa memiliki lebih dari 300 juta perokok. Fakta ini menjadikan Cina sebagai negara dengan jumlah perokok terbesar di dunia.

Menurut Asosiasi Pengawas Rokok Cina, dalam setahun jumlah rokok yang dijual meningkat 50 persen menjadi 2,52 triliun pada 2012 dibandingkan pada 10 tahun terakhir. 

"Merokok masih menjadi fenomena universal di tempat umum. Sejumlah pejabat merokok di tempat umum. Hal ini tidak saja membahayakan lingkungan dan kesehatan warga, tapi juga menodai citra partai, pemerintah dan pemimpin," tulis pernyataan dalam surat edaran itu. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement