Selasa 31 Dec 2013 11:01 WIB

AS Dorong Perundingan Gencatan Senjata Sudan Selatan

Tempat pengungsi Sudan Selatan yang disediakan tim PBB untuk Sudan Selatan (UNAMISS).
Foto: Reuters
Tempat pengungsi Sudan Selatan yang disediakan tim PBB untuk Sudan Selatan (UNAMISS).

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) mendorong untuk membawa para pemimpin Sudan Selatan yang bersaing ke meja perundingan dan mengakhiri dua pekan pertumpahan darah, tetapi situasi tetap rumit, seorang pejabat AS, Senin (30/12).

Menteri Luar Negeri AS John Kerry telah berbicara hampir setiap hari selama pekan lalu dengan Presiden Sudan Selatan Salva Kiir serta wakil presiden yang dipecat Riek Machar dalam upaya meredakan ketegangan.

Utusan khusus AS, Donald Booth, pada Senin di ibu kota, Juba, telah menghabiskan Natal di wilayah ini, mencoba untuk menyelesaikan rincian dari dialog politik, berharap sepenuhnya untuk mengatur perundingan dimulai dalam beberapa hari mendatang," kata Wakil Juru Bicara Departemen Luar Negeri Marie Harf, seperti dilansir dari AFP, Selasa (31/12). "Tetapi, situasinya lemah dan sangat rumit."

Negara termuda di dunia, yang baru meraih kemerdekaan pada tahun 2011 itu jatuh ke dalam kekacauan pada 15 Desember ketika Kiir menuduh mantan wakilnya berupaya melakukan kudeta. Pertumpahan darah telah melanda seluruh bangsa ini, dengan pertempuran sengit dilaporkan di daerah penghasil minyak strategis dan laporan-laporan suram pembantaian, pemerkosaan dan pembunuhan.

Sejauh ini Amerika Serikat telah mengevakuasi lebih dari 400 pejabat dan warga negara AS, serta sekitar 700 orang dari 27 negara lain dengan tujuh pesawat carter dan enam pesawat militer, kata Harf.

Para pimpinan wilayah di Inter-Governmental Authority on Development (IGAD) telah menetapkan Selasa sebagai batas waktu untuk tatap muka pembicaraan antara Kiir dan Machar. Tetapi Machar belum menyetujui dialog itu.

Kerry telah memperingatkan kedua pihak bahwa AS akan menghentikan bantuan vitalnya ke negara itu jika ada maksud untuk merebut kekuasaan dengan kekerasan. "Para pemimpin Sudan Selatan memiliki pilihan di sini. Mereka dapat memilih untuk mengakhiri kekerasan. Mereka dapat memilih untuk bekerja mengatasi ketegangan-ketegangan ini secara damai," kata Harf.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement