Rabu 01 Jan 2014 22:37 WIB

UNHCR: Konflik Sudan Hasilkan 190.000 Pengungsi

Presiden Sudan Selatan, Salva Kiir
Foto: sudantribune.com
Presiden Sudan Selatan, Salva Kiir

REPUBLIKA.CO.ID, NAIROBI -- Sebanyak 190.000 orang Sudan Selatan telah mengungsi sejak bentrokan mematikan antar-pihak yang bertikai di dalam Tentara/Gerakan Pembebasan Sudan Selatan (SPLM dan SPLA) berkecamuk di Juba pada 15 Desember, kata satu badan pengungsi PBB.

Komisariat Tinggi PBB Urusan Pengungsi (UNHCR) menyatakan lebih dari 180.000 orang Sudan Selatan telah meninggalkan rumah mereka dan sebanyak 10.000 orang lagi telah menyeberangi perbatasan ke negara tetangga.

Manager Operasi UNHCR di Afrika Oscar Mundia mengatakan berlanjutnya pengiriman bantuan sangat penting, dan menambahkan keselamatan staf lembaga PBB tersebut dan orang yang mereka bantu lebih utama.

"Namun kami juga dapat menggunakan jaringan nasional dan pengungsi untuk menemukan cara pilihan guna menyediakan bantuan ketika itu benar-benar diplerukan," kata Mundia di dalam pernyataan yang diterima pada Rabu.

Lembaga pengungsi PBB tersebut mengatakan UNHCR sangat prihatin mengenai puluhan ribu orang yang terjebak dalam atau terusir akibat pertempuran di Sudan Selatan, demikian laporan Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Rabu malam. Ia mengatakan pertempuran yang berlanjut dan ketidak-amanan membuat akses ke semua orang itu menjadi tantangan, dan dalam beberapa kasus tak mungkin.

Konflik itu, yang kini telah menyebar ke tujuh dari 10 negara bagian di Sudan Selatan, juga telah membuat kondisi jadi lebih sulit buat pekerja bantuan.

Akibatnya, kata UNHCR, ialah badan PBB tersebut harus memangkas operasi di beberapa wilayah meskipun, sekalipun ada bahaya dan kesulitan, lebih dari 200 staf nasional dan internasionalnya tetap berada di Sudan Selatan.

"Dan bersama dengan mitra, mereka terus menilai kebutuhan kemanusiaan dan mengirim bantuan buat pengungsi yang sudah ada dan orang baru menjadi pengungsi di dalam negeri mereka serta pengungsi lain di dalam negeri itu," kata Mundia.

Sejak pertempuran meletus, staf UNHCR di beberapa negara tetangga telah mempersiapkan diri untuk menghadapi kedatangan pengungsi baru.

"Hingga 30 Desember, sebanyak 4.693 orang Sudan Selatan telah tiba di Ethiopia, 3.563 di Uganda, 950 di Kenya dan sedikitnya beberapa ratus orang di Sudan," kata UNHCR.

Pihak yang bertikai --yang mengadakan kontak dengan utusan khusus IGAD-- pada prinsipnya telah sepakata untuk menghentikan permusuhan dan membawa tim mereka guna merundingkan gencatan senjata dan langkah selanjutnya.

Itu sejalan dengan keputusan Pertemuan Puncak Luar Biasa Ke-23 pada 27 Desember, yang memberi semua pihak di Sudan Selatan yang terlibat dalam konflik tersebut waktu empat hari untuk menghentikan permusuhan.

Para pemimpin regional telah mengutuk semua perbuatan yang tak sesuai dengan undang-undang dasar dan bertujuan merusak demokrasi serta peraturan hukum di Sudan Selatan serta meminta semua pihak dalam konflik tersebut dalam konflik itu agar menerima mekanisme pemantauan, pengabsahan dan kestabilan.

Pertempuran dan ketidak-amanan berarti dalam beberapa kasus staf UNHCR dan mitra memiliki akses terbatas atau tak memiliki akses ke daerah perbatasan, seperti antara Sudan Selatan dan Sudan.

Badan PBB tersebut menyatakan UNHCR memusatkan perhatian pada perlindungan anak sebab anggota keluarga kadangkala terpisah dan hilang ketika mereka harus menyelamatkan diri secepatnya dari pertempuran atau mereka mendapat pemberitahuan saat keadaan sempit.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement