Rabu 08 Jan 2014 06:47 WIB

Sudan Selatan Tolak Tuntutan Pembebasan Tahanan Politik

Presiden Sudan Selatan, Salva Kiir
Foto: sudantribune.com
Presiden Sudan Selatan, Salva Kiir

REPUBLIKA.CO.ID, ADDIS ABABA -- Sudan Selatan menolak tuntutan-tuntutan gerilyawan bagi pembebasan para tahanan setelah dua pihak bertemu singkat untuk pertama kali pada Selasa.

Pertemuan itu berusaha mengakhiri pertempuran yang menjerumuskan negara termuda di dunia itu ke jurang perang saudara.

"Mereka menghancurkan seluruh proses," kata Yohanis Musa Pauk, juru bicara delegasi gerilyawan yang setia kepada mantan wakil presiden Riek Machar, kepada kantor berita Reuters di Addis Ababa --tempat pembicaraan diadakan.

"Tapi kami tidak akan meninggalkan (pembicaraan). Kami masih berharap mereka memiliki perasaan," kata dia setelah pemerintah menolak satu tuntutan kunci gerilyawan bagi pembebasan 11 politikus yang ditahan dan sekutu Machar.

Pertemuan-pertemuan di negara-negara tetangga Ethiopia bertujuan memediasi gencatan senjata untuk menghentikan tiga pekan kekerasan yang telah menewaskan sedikitnya 1.000 orang dan membuat 200.000 orang meninggalkan rumah mereka.

Pertempuran itu, yang sering terjadi antar-etnis, telah melibatkan pasukan pemerintah SPLA Presiden Salva Kiir melawan gerilyawan yang setia dengan Machar.

Pembicaraan itu dibuka pada Selasa tetapi segera berhenti sejenak untuk konsultasi di Juba mengenai nasib 11 tahanan, yang ditangkap tahun lalu atas tuduhan persekongkolan kudeta. Gerilyawan semula menuntut pembebasan sebelum negosiasi.

Kepala perunding pemerintah Sudan Selatan Nhial Deng Nhial mengatakan dalam jumpa pers di Juba bahwa Kiir menjelaskan kepada satu tim dari utusan-utusan Afrika Timur yang menemuinya bahwa para tahanan akan dibebaskan segera.

Kiir mengatakan kepada tamunya bahwa dia akan senang membebaskan para tahanan sepanjang proses hukum berlaku, kata Nhial tanpa memberi penjelasan.

Juba telah menyatakan bahwa para tahanan itu akan diperiksa dan mereka yang didapati berkomplot untuk kudeta akan menghadapi proses hukum.

Seorang diplomat yang dekat dengan pembicaraan itu mengatakan para utusan berasal dari Otoritas Antar-pemerintah mengenai Pembangunan (IGAD), kelompok regional dari negara-negara Afrika Timur yang memprakarsai pembicaraan itu.

Trio utusan itu dipimpim Seyoum Mesfin, mantan menteri luar negeri Ethiopia, kata diplomat itu.

Pertemuan singkat Selasa antara delegasi pemerintah dan gerilyawan di Addis Ababa merupakan sesi langsung setelah acara pembukaan resmi pada Sabtu, yang tertunda karena terkendala soal para tahanan.

Pembicaraan akan diselenggarakan lagi ketika para utusan IGAD kembali ke Addis Ababa, yang diperkirakan pada Rabu karena mereka bermalam di Juba.

Pertempuran tersebut terburuk di Sudan Selatan sejak negara itu merdeka dari Sudan pada 2011 dalam perjanjian perdamaian yang mengakhiri satu dari perang-perang saudara terlama di Afrika.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement