REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- LSM Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menginginkan pemerintah Republik Indonesia harus bersikap guna mengatasi kekerasan di Kamboja.
Siaran pers bersama Kontras-KSPI menyatakan, dalam menyikapi permasalahan dan kondisi HAM yang semakin memburuk di Kamboja, keduanya mendesak Kementerian Luar Negeri Indonesia untuk meminta Pemerintah Kamboja menghentikan penggunaan senjata konvensional dan segala tindak kekerasan dalam menghadapi aksi protes/demonstrasi dari kaum pekerja dan oposisi serta mengedepankan dialog damai diantara kedua kubu yang berseteru.
Kontras-KSPI mengutuk dan mengecam keras tindakan militeristik yang menggunakan kekuatan berlebihan dari angkatan bersenjata Kamboja terhadap kaum pekerja pada 3 Januari 2014, yang berakibat pada hilangnya nyawa empat orang pekerja karena tertembak, 23 orang lainnya terluka parah, dan 10 orang lainnya ditahan.
Selain itu, telah terjadi pula pelanggaran terhadap kebebasan pers dan akses informasi dengan melarang peliputan oleh jurnalis dalam aksi protes yang digelar di Phnom Penh.
Sikap represif Pemerintah Kamboja telah secara jelas mencederai Piagam ASEAN untuk mampu mengadopsi nilai-nilai demokrasi dan penghormatan terhadap HAM yang telah disepakati bersama oleh negara-negara anggota ASEAN.
Keduanya menyayangkan tindakan angkatan bersenjata Kamboja yang telah di luar batas kemanusiaan dalam menghadapi demonstran yang terdiri atas kaum pekerja dan oposisi tersebut. Di satu sisi, kelompok pekerja meminta kenaikan upah, di sisi lain kelompok oposisi mendesak pemerintah untuk melakukan kembali pemilihan umum yang adil sebagai syarat negara demokrasi yang mengedepankan akuntabilitas dan transparansi.
Untuk itu, Kamboja juga didesak mengimplementasikan sistem demokrasi yang lebih dari sekedar pelaksanaan pemilihan umum, namun juga harus mengedepankan prinsip-prinsip keadilan, transparansi, dan memiliki akuntabilitas sesuai dengan mandat konstitusi.
Kontras-KSPI juga mendesak agar diadakan penyelidikan lebih lanjut yang adil, transparan, dan akuntabel terkait pemilihan umum yang berlangsung 28 Juli 2013 lalu, dan memastikan tidak ada suara rakyat Kamboja yang dimanipulasi untuk kepentingan rezim Perdana Menteri Hun Sen.
Sebagaimana diberitakan, sebanyak lima aktivis tanah Kamboja, Senin (6/1), ditangkap dalam langkah terbaru pemerintah untuk menekan protes-protes jalanan terhadap pemerintah orang kuat Perdana Menteri Hun Sen, kata satu kelompok hak asasi.
Kelima wanita itu ditahan ketika mereka siap untuk menggelar aksi unjuk rasa di depan Kedutaan Besar Prancis untuk meminta pembebasan pembela hak asasi manusia lainnya yang dipenjarakan, kata Liga Kamboja untuk Promosi dan Pembelaan Hak Asasi Manusia (LICADHO).
Hun Sen menghadapi tantangan yang meningkat terhadap pemerintahannya yang hampir tiga dekade dari pemogokan para pekerja garmen yang mencolok serta pendukung oposisi yang menuntut agar ia mundur dan menyerukan pemilihan baru karena dugaan kecurangan suara.