REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sabtu, (11/1) kemarin, menjadi peringatan 12 tahun sudah berdirinya penjara Guantanamo, di Kuba. Sejarahnya, hampir 800 orang telah dipenjarakan di Guantanamo. Ratusan orang ini pun telah kehilangan lebih dari sedekade hidup mereka.
Sembilan di antarnya meninggal dunia. Atas hal tersebut, mungkin dunia tak akan lagi memandang nilai yang sama atas Amerika.
Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, pernah berjanji untuk menutup penjara ini di 2008. Ia sempat mengeluarkan 11 tahanan sejak musim panas. Hal ini sebagai bukti, orang-orang yang sejak lama ditahan tak bersalah. Pengeluaran 11 orang itu juga sebagai tanda awal mungkin saja Amerika bakal menutup Guantanamo. Penjara itu sendiri hadir, untuk menahan serangan musuh dalam perang melawan teror. Tetapi, tujuan dibangunnya Guantanamo adalah untuk melindungi kebebasan.
The Guardian, Sabtu (11/1), mengatakan, bahkan menurut komandan pertama Guantanamo, Mayor Jenderal Michael Lehnert, banyak dari para tahanan yang seharusnya tak menghabisi masa hidup mereka di dalam tahanan itu. ‘’Saya pernah melihat keabsurditasan Guantanamo. Pada musim panas 2012 lalu, saya menjadi pihak keempat yang diwenangi untuk meninjau fasilitas. Di sana, saya melihat kawat-kawat duri yang melingkar di setiap blok, tempat di mana kita menjaga 155 tahanan yang ada,’’ katanya.
Berdasarkan laporan Seton Hall University di 2005, sebagian besar tahanan itu ditangkap oleh pasukan Afghanistan dan Pakistan. Kemudian, mereka menyerahkan tahanan-tahanan ini sebagai hadiah. Bahkan dari jumlah tersebut, terang Lehnert, Kepala Kejaksaan Umum Guantanamo, Jenderal Mark Martins mengatakan, hanya 20 orang yang didenda atas kasus kejahatan yang mereka buat.
Ia menceritakan, pada satu waktu paramedis pernah melaporkan, 45 tahanan yang mogok makan diikat dan dipaksa makan dua kali. Mereka melakukan aksi mogok tersebut, sebagai bentuk protes atas masa penahanan mereka yang tak terbatas. Tentara Amerika secara jelas sudah mengambil hidup orang-orang tersebut. ‘’Kami berupaya untuk membuat mereka tetap hidup,’’ ujarnya.
Sejumlah ketentuan dan aturan yang diperbolehkan bagi para tahanan di Guantanamo pun diberlakukan. Menurutnya, tahanan diperbolehkan berkomunikasi dengan keluarga mereka melalui Skype, hanya empat kali dalam setahun. Di sana, perpustakaan pun melarang banyak buku untuk dibaca, termasuk di antaranya, karya penulis Aleksandr Solzhenitsyn yang bercerita tentang kerja paksa Uni Soviet.
Akan tetapi pustakawan di Guantanamo menyatakan hal yang berbeda. Ia mengatakan, sebaliknya. Pustakawan malah menawarkan buku pegangan kepada para tahanan untuk mengurangi stres. ‘’Polisi militer menunjukkan ruang di mana para pemogok tadi dibelenggu, sendiri, dan menonton televisi,’’ ucapnya. Bahkan, keamanan tak menyukai para tahanan yang gemar menonton tayangan Top Model.
Lehnert mengungkapkan, sudah mengunjungi Guantanamo dua kali. Namun, ia hanya sekali melihat para tahanan. Itu pun hanya tujuh menit, melalui cermin satu arah. Ia mengatakan, badan mereka kurus. Sedangkan tahanan yang berumur paruh baya hanya bercanda dan berdoa. Tak hanya itu, tahanan juga dilarang untuk berbicara dengan pers.
Menurut Laksamana Richard Butler, penanggungjawab untuk operasional penjara, hal itu dilakukan untuk menghindari pemberitaan terhadap para tahanan tersebut. Pelarangan itu pun terdapat dalam Konvensi Jenewa. Tetapi penjaga Guantanamo yang pernah bertugas di 2002, Brandon Davis mengatakan, tentara mendapatkan instruksi, bahwa konvensi tersebut tak berlaku.
Juru Bicara Guantanamo Kapten Robert Durand menjelaskan, sekarang para tahanan yang menjalani proses interogasi, diberikan makanan. Dalam 12 tahun terakhir, semua informasi yang Lehnert miliki menyebutkan, para tahanan telah disiksa.
Sebuah catatan dari seorang pengacara militer, Diane Beaver, di 2002 menceritakan bahwa, pemukulan, air penjara, dan suhu ekstrem, mampu meyakini keluarga tahanan bahwa anggota keluarga mereka yang berada di dalam sana, terancam akan kematian. Bahkan Lehnert mendapat pengakuan, bahwa Davis mengatakan, dia dan rekan-rekan penjaga lainnya harus memukuli para tahanan. ''Davis menyebutkan, pada awal setiap pergantian pimpinan di sana, mereka menyampaikan kepada penjaga, bahwa tahanan-tahanan itu akan membunuh para penjaga dan keluarganya dalam sekejap,'' ungkapnya.