REPUBIKA.CO.ID, AUSTRALIA -- General Motors -- Perusahaan induk Holden, yang baru-baru ini menutup pabriknya di Australia -- menyatakan pada media di Amerika bahwa keputusannya menghentikan produksi di Australia tidaklah dipengaruhi insentif pemerintah apapun. Dengan kata lain, dana dalam jumlah besar pun dari pemerintah Australia tak akan cukup untuk meyakinkan Holden untuk mempertahankan basis produksinya di Australia.
Stefan Jacoby, Kepala Operasi Internasional General Motors, mengatakan bahwa ia menawarkan untuk menutup operasi di Australia, dan persetujuan akhir datang dari dewan pemegang saham. “Bisnis kami dimotori oleh skala ekonomi, produktivitas, industri supplier yang efisien, Australia terlalu kecil dalam skala-skala tersebut,” ucap Jacoby, seperti yang dikutip oleh News Corp Australia. “Keputusan itu tidak dibuat berdasarkan insentif [pemerintah] ataupun pengurangan insentif apapun.”
Selain itu, menurut Jacoby, keputusan untuk meninggalkan Australia juga dibuat menyusul pernyataan chief executive Holden, Mike Devereux, bahwa masa depan sektor manufaktur lokal masih tak pasti Bulan Desember lalu, Holden menyatakan akan berhenti membuat mobil di lokasi Elizabeth dan Port Melbourne pada tahun 2018. Pabrik-pabrik tersebut memperkerjakan hampir 3.000 orang.
Jay Weatherill, ketua menteri Australia Selatan yang berasal dari Partai Buruh, menuduh pemerintah koalisi tidak bertindak cukup untuk mempertahankan keberadaan perusahaan tersebut di Australia.
Sebelumnya, mantan perdana menteri Australia, Kevin Rudd, yang juga berasal dari Partai Buruh, berjanji akan menyalurkan 500 juta dollar Australia untuk industri mobil sebelum berlangsungnya pemilihan umum bulan September 2013. Namun, menurut politisi Christopher Pyne, yang berasal dari pihak Koalisi, pernyataan dari Holden menunjukkan bahwa Weatherill sudah kehilangan kredibilitas menjelang pemilihan umum daerah Australia Selatan, yang dijadwalkan bulan Maret.
Weatherill bersikeras perihal kritiknya terhadap pemerintah pusat. Menurutnya, pihak oposisi sedang berusaha menyalahkan pihak lain demi menyelamatkan perdana menteri Tony Abbott.