Kamis 16 Jan 2014 02:43 WIB

Tentara Myanmar Gunakan Pemerkosaan Sebagai Senjata

Rep: Alicia Saqina/ Red: Mansyur Faqih
Seorang tentara Myanmar tengah berjaga di bangunan yang rusak di Sittwe, Rakhine, Myanmar.
Foto: AP
Seorang tentara Myanmar tengah berjaga di bangunan yang rusak di Sittwe, Rakhine, Myanmar.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Militer Myanmar melakukan aksi perkosaan sebagai senjata perang. Bahkan kelompok aktivis perempuan Burma menyatakan, hal itu masih berlangsung setelah terpilihnya pemerintahan sipil pada 2010.

Perserikatan Perempuan Myanmar menerangkan, sudah mendokumentasikan lebih dari 100 kasus perkosaan yang dilakukan tentara hingga saat ini. Parahnya, beberapa kasus di antaranya menimpa anak-anak berusia delapan tahun.

Mereka mengungkapkan, kebanyakan dari aksi pemerkosaan yang tejadi dilakukan tentara di sebuah area. Bahkan ketika tentara masih berperang melawan kelompok etnis bersenjata. 

Dilansir dari BBC News, Rabu (15/1), perserikatan wanita menyebutkan, kebanyakan dari kasus pemerkosaan yang dilakukan para pasukan tentara Myanmar ini terkait kepada konflik di wilayah perbatasan Kachin dan sebelah utara Shan. Setidaknya 28 wanita tewas karena mengalami luka.

"Kasus ini meluas dan secara alami menunjukkan pola struktural, pemerkosaan masih digunakan sebagai alat perang dan penindasan," katanya.

"Kekerasan dan kejahatan seksual digunakan tetara Myanmar sebagai alat untuk mengacaukan dan menghancurkan komunitas etnik."

Juru Bicara kepresidenan Ye Htut kepada Reuters mengatakan, militer tak menggunakan aksi pemerkosaan ini sebagai senjata.

"Jika terdapat kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh anggota secara individual, kami mencoba untuk membuka dan menangani hal ini dan memberikan penindakan efektif terhadap pihak yang melakuan pelanggaran," ujarnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement