REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Sebuah kemungkinan kesepakatan antara Rusia dan Iran mengamankan minyak-untuk-pertukaran barang bisa memicu sanksi terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut.
"Jika kesepakatan bergerak maju, itu akan meningkatkan kekhawatiran serius, karena akan menjadi tidak konsisten dengan ketentuan perjanjian P5+1 dengan Iran dan berpotensi memicu sanksi AS terhadap perusahaa-perusahaan dan individu yang terlibat dalam transaksi tersebut," kata juru bicara Gedung Putih Jay Carney kepada wartawan, Rabu (15/1).
Kantor berita Reuters pekan lalu mengutip sumber Iran dan Rusia yang mengatakan bahwa kedua negara sedang berunding mengenai pertukaran yang bisa memungkinkan Rusia membeli hingga 500 ribu barel minyak Iran setiap hari dalam pertukaran dengan peralatan dan barang-barang produksi Rusia.
Washington memperkirakan bahwa kesepakatan itu dilaporkan akan meningkatkan ekspor minyak Iran, yang telah dikurangi lebih dari separoh, menjadi sekitar satu juta barel per hari, dengan sanksi yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan negara-negara Eropa atas program nuklir Teheran.
Kelompok P5 +1 yang terdiri dari para anggota tetap Dewan Keamanan PBB (AS, Inggris, Prancis, Rusia, Cina) plus Jerman meraih kesepakatan dengan Iran pada November untuk penutupan program nuklir Tehran - dalam pertukaran untuk pelonggaran dari sanksi ekonomi yang melumpuhkan perekonomian Iran.
Barat takut program nuklir Iran bisa memungkinkan negara itu untuk membangun sebuah bom nuklir. Tetapi Iran mengatakan program nuklirnya adalah untuk kepentingan damai.
Menteri Energi Rusia Alexander Novak Rabu (15/1) bertemu dengan Mehdi Sanaei, duta besar Iran untuk Rusia. Dihubungi oleh kantor berita Prime, seorang juru bicara Kementerian Energi menolak untuk mengomentari apakah kerja sama bilateral di sektor minyak juga dibahas dalam pembicaraan itu.