Jumat 17 Jan 2014 15:00 WIB

Cuaca Ekstrem Ganggu Produksi Pangan Sedunia

Rep: Dwi Murdaningsih/ Red: Dewi Mardiani
Cuaca Ekstrem/Ilustrasi
Foto: bmkg.go.id
Cuaca Ekstrem/Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Cuaca ekstrem membuat produksi pangan menjadi berkurang. Curah hujan yang terlalu tinggi setidaknya membuat Cina yang merupakan negara penghasil jagung terbesar di dunia terpaksa harus mengimpor gandum untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka.

Hal ini juga terjadi hampir di semua negara lain. Cuaca kering di Amerika Serikat memangkas produksi daging sapi sehingga berada di level terendah sejak 1994. Karena cuaca ekstrem pula, petani Inggris kesulitan bercocok tanam.

Presiden Asosiasi Petani Inggris Peter Kendal mengatakan cuaca ekstrem merupakan risiko besar di sektor pertanian. Petani dapat beradaptasi dengan peningkatan suhu secara bertahap. Namun, cuaca ekstrim bisa meruntuhkan produksi pangan.

Padahal, penduduk dunia berjumlah tujuh miliar jiwa. Masing-masing penduduk setidaknya memerlukan ketersediaan 2.700 kalori setiap hari. Alhasil, satu dari delapan orang belum mendapatkan makanan.

Fluktuasi cuaca ini tercermin pada harga pangan. Biaya pangan yang lebih tinggi mendorong 44 juta orang jatuh ke jurang kemiskinan sejak Juni 2010 hingga Februari 2011.

Rusia mengalami periode terburuk musim kering pada tahun 2010. Dua tahun kemudian, negara ini kehilangan 25 persen dari panen gandumnya. Kekeringan pada tahun 2013 di seluruh pulau utara Selandia Baru mendorong harga susu whole milk naik dan mencapai rekor pada bulan April tahun lalu.

Pada tahun 2013, Spanyol mengalami musim dingin dan musim panas terkering yang menyebabkan produksi minuyak zaitun dan anggur ke level terendah selama 1 dekade terakhir. Ilmuan di National Climatic Data Center di Carolina Utara, Thomas Peterson, mengatakan cuaca ekstrem ini disebabkan oleh peningkatan gas rumah kaca yang dihasilkan oleh aktivitas manusia.

Dari tahun ke tahun kerugian akibat cuaca ekstrem terus meningkat. Dilansir Bloomberg, perusahaan reasuransi Munich Re mengatakan kerugian yang diasuransikan mencapai 880 unit atau naik 40 persen dibandingkan rata-rata 30 tahun terakhir.

Banjir di Passau, Jerman pada bulan Mei dan Juni tahun lalu merupakan banjir level tertinggi sejak 1501. Hujan es di Reutlingen, Jerman di bulan Juli membuat kerugian hingga 3,7 miliar dolar AS. Fenomena cuaca aneh juga terjadi di Cina. Cina mengalami musim dingin terdingin selama 50 tahun terakhir pada 2010. Tiga tahun kemudian, Shanghai dicekik oleh musim panas yang sangat panas selama 140 tahun terakhir.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement