Jumat 17 Jan 2014 17:17 WIB

Mufti Kazakhstan Serukan Donor Organ Setelah Wafat

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Dewi Mardiani
Operasi transplantasi
Operasi transplantasi

REPUBLIKA.CO.ID, ALMATY -- Mufti Utama Kazakhstan mendukung donor organ setelah wafat. Dukungan ini juga menguatkan pernyataan serupa dari Deputi Direktur Pusat Riset Bedah Nasional Syzganov, Yerbol Shakhiev.

Tengri News, Kamis (16/1), melansir, Shakhiev mengatakan tingkat perkembangan transplantasi menjadi indikator kesehatan masyarakat Kazakhstan seperti yang dilansir dari Tengsi News, Jumat (17/1). Ahli bedah dari Klinik Adzibadem Turki juga didatangkan untuk memberi pelatihan. Kerjasana negara Muslim seperti ini penting dilakukan mengingat donor organ orang yang telah meninggal adalah hal umum di Turki.

Sebanyak 5.000 orang Kazakhstan membutuhkan donor organ. Sekitar 3.000 orang di antaranya membutuhkan transplantasi ginjal, 1.000 orang memerlukan transplantasi hati, 800 membutuhkan transplantasi jantung, dan sisanya membutuhkan organ lain.

Donor di Kazakhstan masih kurang, karena praktik operasi transplansi masih sedikit. ''Kurangnya donor menjadi kendala di sini. Karenya, pada banyak kasus pasien yang butuh transplantasi hati atau ginjal, kami mengambil dari donor hidup dari keluarga atau kerabat,'' kata seorang dokter Pusat Riset Syzganov Dr Daniyar Toksanbayev.

Sejauh ini, Spanyol menjadi negara pendonor tertinggi dengan perbandingan 40 di antara satu juta orang. Jika Kazakhstan bisa mencapai level itu, setidaknya akan ada 500 donor. Satu orang yang mendonorkan organnya setelah wafat dapat menolong lima hingga enam orang yang membutuhkan transplantasi organ.

Dari data Pusat Riset Syzganov, sejauh ini hanya ada tiga donor organ setelah wafat. Satu di Almaty dan dua di Astana. Dr Shakhiev mengatakan warga Kazakhstan menolak mendonasikan organ mereka setelah wafat, karena alasan agama. Para dokter sendiri percaya, agama tidak menjadi penghalang donor organ setelah wafat.

Tiga agama utama Kazakhstan, yaitu Kesaksian Jehovah, Kristen Saintifik, dan Shinto, melarang donor organ setelah wafat. Bagi para penganut Kesaksian Jehovah, fokus pelarangan adalah aliran darah dari satu orang ke orang lain, sehingga organ yang ditransplan harus dikeringkan dulu dari darah pendonor.

Kristen Saintifik meyakinkan pengikutnya penyembuhan utama adalah doa dan meditasi. Sementara Shinto mengajarkan tubuh yang telah mati tidak lagi suci, sehingga tak boleh didonorkan. ''Pada dasarnya, semua agama mengajarkan kemanusiaan. Kami sudah menemui Mufti Utama Kazakhstan, Yerzhan Khadzhi Malgazhiuli, yang dengan rendah hati menyepakati transplantasi organ setelah wafat harus dikembangkan di Kazakhstan,'' kata Dr Shaikhiev.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement