Sabtu 18 Jan 2014 02:55 WIB

Bentrokan di Yaman, Tiga Nyawa Melayang

PM Yaman Mohammed Salem Basindwa
PM Yaman Mohammed Salem Basindwa

REPUBLIKA.CO.ID, ADEN -- Bentrokan antara militan bersenjata dan pasukan Yaman menewaskan tiga orang dan mencederai dua lain Jumat di kota wilayah selatan, al-Dalea, kata Kantor Berita SABA.

Pihak berwenang setempat di kawasan itu mengatakan kepada SABA, dua prajurit tewas tertembak dan seorang lagi cedera dalam bentrokan tersebut.

Sejumlah saksi mengatakan kepada kantor berita resmi itu, seorang warga Yaman yang berada di sekitar lokasi kejadian juga tewas terkena tembakan dan seorang lagi cedera.

Menurut SABA, bentrokan itu berlangsung di sebuah pasar di daerah tersebut. Tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai hal itu.

Sehari sebelumnya, sepuluh prajurit Yaman dilaporkan tewas dalam tiga serangan serentak militan Al Qaida terhadap posisi-posisi pasukan di provinsi wilayah tengah, Bayda. Dua-belas militan juga tewas dalam bentrokan selama penyerbuan Kamis itu, kata seorang pejabat.

"Penyerang Alqaidah melancarkan serangan-serangan serentak ke tiga posisi militer di Rada" di Bayda, yang merupakan pangkalan militan, kata seorang pejabat setempat kepada Kantor Berita AFP.

Sepuluh prajurit tewas, beberapa lain cedera, kata sumber militer itu, dengan menambahkan bahwa empat prajurit ditangkap.

Militan Alqaidah memperkuat keberadaan mereka di Yaman tenggara, dengan memanfaatkan melemahnya pemerintah pusat akibat pemberontakan anti-pemerintah yang meletus pada Januari 2011 yang akhirnya melengserkan Presiden Ali Abdullah Saleh.

Ofensif pasukan Yaman yang diluncurkan pada Mei 2012 berhasil menghalau militan Al Qaida dari sejumlah kota dan desa di wilayah selatan dan timur yang selama lebih dari setahun mereka kuasai.

Meski melemah, jaringan teror itu masih bisa melancarkan serangan-serangan terhadap sasaran militer dan polisi.

Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al Qaida Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.

Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.

Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Alqaida di Semenanjung Arab (AQAP).

AS ingin presiden baru Yaman, yang berkuasa setelah protes terhadap pendahulunya membuat militer negara itu terpecah menjadi kelompok-kelompok yang bertikai, menyatukan angkatan bersenjata dan menggunakan mereka untuk memerangi kelompok militan itu.

Militan melancarkan gelombang serangan sejak mantan Presiden Ali Abdullah Saleh pada Februari 2012 menyerahkan kekuasaan kepada wakilnya, Abd-Rabbu Mansour Hadi, yang telah berjanji menumpas Alqaidah.

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement