Rabu 22 Jan 2014 12:10 WIB

Data Perubahan Iklim Negara Berkembang Masih Minim

Red:
abc news
abc news

REPUBLIKA.CO.ID, AUSTRALIA -- Sejumlah peneliti bidang kelautan dunia yang tengah bertemu di Hobart, Tasmania, Australia, menyatakan khawatir akan tak cukupnya data tentang perubahan iklim dari negara-negara berkembang.

Mulai hari Rabu (22/1), para ilmuwan dari 21 negara dan 39 institusi akan berpartisipasi dalam pertemuan tahunan Kemintraan untuk Pengamatan Samudra-Samudra Dunia, atau Partnership for Observation of the Global Oceans (POGO).

Ketua konferensi tahun ini, John Field, yang menjabat profesor ilmu kelautan di University of Cape Town, menyatakan kekhawatirannya terkait kurangnya konsistensi dalam metodologi penelitian dan perbandingan data di dunia.

"Kita sedang berusaha membangun koordinasi antara laboratorium-laboratorium utama di dunia untuk mendapatkan praktek terbaik untuk melakukan pengamatan," ucapnya, "Kalau tidak, ada satu orang di satu tempat menggunakan satu metode, dan yang satu lagi di tempat lain menggunakan metode yang berbeda, dan hasil pengamatan pun sulit dibandingkan."

Selain itu, masih ada kekurangan data mengenai suhu samudera dari negara-negara berkembang. "Ada ketidakseimbangan dalam hal tingkat dan intensitas pengamatan," jelas Field.

Ia berharap ketidakseimbangan ini bisa disikapi dalam konferensi yang dipuji oleh Menteri Ilmu Pengetahuan Negara Bagian David O'Bryne tersebut.

Turut hadir dalam konferensi adalah akademisi dari US National Oceanic and Atmospheric Administration, dari Amerika Serikat,  Britain's National Oceanography Centre, dari Inggris, dan INSU dari Perancis.

Lembaga-lembaga Australia yang terlibat adalah CSIRO dan Institut Penelitian Samudra dan Antartika, Hobart.

Konferensi akan berlangsung hingga Jumat ((24/1) dan akan ditutup dengan pembukaan bangunan Insitut Penelitian Samudra dan Antartika, yang bernilai jutaan dollar.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement