Jumat 24 Jan 2014 07:27 WIB

Gedung Putih Sambut Kesepakatan Gencatan Senjata Sudan Selatan

Para pengungsi yang menghindar dari perang saudara di Sudan Selatan
Foto: Reuters
Para pengungsi yang menghindar dari perang saudara di Sudan Selatan

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Gedung Putih pada Kamis (23/1) menyambut baik kesepakatan perdamaian antara pemerintah dan pemberontak Sudan Selatan sebagai 'langkah kritis pertama' dan meminta kedua pihak untuk menerapkannya dengan cepat.

Kesepakatan itu ditandatangani Kamis pagi, kedua pihak berkomitmen untuk menghentikan pertempuran dalam waktu 24 jam dan mengakhiri konflik lima pekan yang telah menewaskan ribuan orang. "Kami menyambut penandatanganan perjanjian penghentian permusuhan hari ini," kata Juru bicara Gedung Putih Jay Carney.

"Ini merupakan langkah penting pertama dalam mengakhiri kekerasan ... dan kita berharap kedua pihak untuk sepenuhnya serta dengan cepat mengimplementasikan perjanjian itu," tambah Carney.

Amerika Serikat mendesak kedua pihak untuk membangun momentum ini dengan memindahkan segera ke dialog politik inklusif. Perjanjian tersebut ditandatangani di ibu kota Ethiopia, Addis Ababa oleh Presiden Sudan Selatan Salva Kiir dan delegasi pemberontak yang setia pada wakil presiden terguling Riek Machar.

Para mediator dari blok regional Afrika Timur IGAD, yang telah menjadi perantara pembicaraan damai, mengatakan kesepakatan itu akan dimasukkan ke dalam verifikasi dan mekanisme pemantauan untuk gencatan senjata. Utusan khusus AS untuk Sudan Selatan dan Sudan, Donald Booth, pada awal bulan ini bertemu Machar bersama dengan mediator regional.

Setelah bentrokan awal pecah di ibu kota Juba lebih dari sebulan lalu, konflik dengan cepat meningkat menjadi perang habis-habisan antara tentara reguler, yang didukung oleh prajurit Uganda, dan kesatuan tentara yang memisahkan diri serta milisi lainnya. Kekerasan juga mengambil dimensi etnis saat anggota suku Kiir Dinka bentrok dengan kelompok Nuer Machar.

Para pekerja relawan dan analis percaya hingga 10 ribu orang tewas, sementara hampir setengah juta orang terpaksa meninggalkan rumah mereka, dengan kekejaman yang diduga dilakukan oleh kedua belah pihak. Jan Egeland, mantan Kepala bantuan PBB dan sekarang kepala Dewan Pengungsi Norwegia (NRC), mengatakan kepada AFP Kamis (23/1) bahwa skala kekejaman dan kejahatan perang kini semakin buruk seperti yang terlihat di Suriah atau Somalia.

Menanggapi komentar tersebut, Carney mengatakan pihak yang telah melakukan kekejaman harus bertanggung jawab.

sumber : Antara/AFP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement