REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Korea Utara (Korut) baru-baru ini mengirimkan surat terbuka kepada Korea Selatan (Korsel) yang berisi seruan rekonsiliasi dan mengakhiri 'tindakan militer yang memancing permusuhan'. Namun, Korsel menanggapi penuh curiga surat tersebut.
Pemerintah Korsel menganggap ada 'motif tersembunyi' di balik pengiriman surat. Surat terbuka itu dipublikasikan oleh kantor berita negara Korut, KCNA. Surat datang selang sepekan dari rencana Korsel mengadakan latihan militer bersama Amerika Serikat (AS).
Sejumlah wartawan mengatakan sudah menjadi hal lumrah bahwa ketegangan di Semenanjung Korea meningkat menjelang latihan tahunan. Pyongyang mengutuk latihan tersebut sebagai tindakan provokatif.
Tahun lalu latihan militer 'Foal Eagle', menyebabkan lonjakan luar biasa tajam dan belarut dalam ketegangan di Semenanjung Korea. Kala itu Korut mengancam akan melakukan serangan nuklir, sebagai bentuk pencegahan. Latihan militer tahun ini dijadwalkan akan digelar pada bulan depan.
Latihan militer ini menjadi sumber gangguan besar bagi Korut. Korut melihat latihan bersama itu sebagai persiapan untuk perang agresif. Wartawan BBC Lucy Williamson di Seoul melaporkan latihan bersama AS-Korsel, Korut pun muncul menawarkan rekonsiliasi yang disertai ancaman terselubung.
Pertanyaan yang selanjutnya muncul adalah apa tindakan Korut jika latihan tetap berlangsung? "Yang terpenting untuk membuka jalan demi memperbaiki hubungan Utara-Selatan adalah membuat keputusan berani untuk menghentikan semua aksi militer yang memancing permusuhan, rintangan terbesar memicu ketidakpercayaan dan konfrontasi," kata surat yang dikeluarkan Komisi Pertahanan Nasional Korut (NDC), seperti dilansir BBC.
Surat tersebut juga menyatakan, DPRK (Korut) secara sepihak telah memilih untuk menghentikan semua tindakan yang membuat syaraf Korsel tegang. Tapi mereka menyesalkan sikap pemerintah Korsel yang tak mengubah sikap mereka yang tak tepat dan negatif.