REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak bersama raja di negara bagian Malaysia meminta kalangan kristen di Malaysia tidak menggunakan kata 'Allah' untuk mengistilahkan Tuhan. Kalangan Kristen di Malaysia pun diminta untuk mentaati aturan tersebut.
Pelarangan ini pun sempat mendapatkan protes dari kalangan Kristen di Malaysia. Mereka menganggap pemerintah Malaysia intoleran terhadap komunitas Kristen Malaysia. Masalah ini memicu serenteran protes sejak 2010 lalu.
Pada 2011 PM Najib Razak sempat kompromi dengan penggunaan kata 'Allah' ini, yang memungkinkan penggunaan terbatas bagi komunitas Kristen Malaysia. Namun pada Jumat (24/1), pemerintah Malaysia mengatakan 10 poin kesepakatan pihak kerajaan, di antaranya pelarangan penggunaan kata 'Allah'.
"Tentu kami sangat kecewa (dengan keputusan itu)," ujar Sekjen Dewan Gereja Malaysia, Pendeta Hermen Shastri, seperti dilansir dari Arab News, Sabtu (25/1). Ia mengatakan pihak gereja akan tetap menggunakan kata tersebut dalam pelayanan doa. Shastri pun berjanji akan membicarakan hal ini lagi dengan pemerintah Malaysia untuk tetap menggunakan kata 'Allah'.
Masalah ini muncul setelah dipicu pada 2007 ketika pemerintah Malaysia memerintahkan surat kabar mingguan Katolik untuk menghentikan pencetakan kata 'Allah' dalam isi surat kabarnya.
Pemerintah Malaysia khawatir akan ada kesalahan tafsir karena kesamaan kata dengan umat Islam. Jumlah penduduk Malaysia yang beragama Kristen di Malaysia berjumlah sekitar 2,6 juta jiwa dari 28 juta total penduduk negara tersebut.