Sabtu 25 Jan 2014 18:39 WIB

Pemerintah Ingin Akhiri Bangkok Shutdown, Jamin Tanpa Kekerasan

 Seorang pengunjuk rasa anti-pemerintah berdiri di samping bendera nasional Thailand, saat berunjuk rasa di pusat kota Bangkok (15/1).   (Reuters/Chaiwat Subprasom)
Seorang pengunjuk rasa anti-pemerintah berdiri di samping bendera nasional Thailand, saat berunjuk rasa di pusat kota Bangkok (15/1). (Reuters/Chaiwat Subprasom)

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Pemerintah Thailand menyerukan kepada demonstran antipemerintahan, Sabtu (25/1) untuk menghentikan seluruh blokade terhadap kantor pemerintah dan tidak campur tangan dalam pemilu awal yang digelar Ahad. Dalam seruannya pemerintah berjanji tidak menggunakan kekerasan untuk membersihkan jalanan Bangkok.

Perdana Menteri Yingluc Shinawatra telah menetapkan pemilu pada tanggal 2 Februari. Penentangnya melihat langkah itu diambil hanya untuk kian menetapkan posisinya dalam kekuatasn di hadapan protes-protes selama dua bulan penuh untuk menggulingkannya dari jabatan.

Pemilu Thailand dijadwalkan digelar pada Ahad pertama bulan Februari. "Setiap langkah yang dipandang menghalangi pemilu pada Ahad dan juga pada 2 Februari adala melanggar hukum, dan pelakunya terancam penjara atau denda atau keduanya," kata Menteri Luar Negeri Surapong Tovichakchaikul dalam pernyataan di televisi nasional, Sabtu (25/1).  Ia juga menjabat kepala komite darurat di pemerintahan, Pusat Administrasi Kedamaian dan Ketertiban (CAPO).

Ia menegaskan CAPO akan berbicara dengan pemimpin demonstran untuk meminta mereka menghentikan pendudukan atas kantor-kantor pemerintahan dan ia menekankan tidak ada tindakan keras dan kekuatan militer untuk membubarkan demonstrasi.

Masih belum jelas apakah pemilu pada 2 Februari akan terus berlangsung setelah Mahkamah Konstitusi Thailand memutuskan kemungkinan untuk menunda pelaksanaan pemungutan suara.

Uji materi itu diajukan oleh Komisi Pemilu yang berpendapat negara terlalu tidak stabil saat ini untuk menggelar pemilu dan pemungutan suara karena hasilnya berpotensi tak memiliki legitimasi untuk memilih anggota parlemen yang sesuai kuorum. Baik Komisi Pemilu dan Mahkamah Konstitusi dilihat lebih berpihak kepada penentang Yingluck.

Pemerintah telah menyatakan penolakan pengunduran jadwal pemilu, yang diprediksi akan dimenangkan partai berkuasa. Oposisi juga menyatakan akan memboikot pemilu. Pemerintah Thailand menyatakan kondisi darurat 60 hari sejak Rabu lalu, berharap bisa mencegah peningkatan ketegangan dalam demonstrasi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement