Ahad 26 Jan 2014 15:19 WIB

Pertemuan Davos Simpulkan, Ekonomi Dunia Masih Dibayangi Ketidakpastian

Rep: Satya Festiani/ Red: Mansyur Faqih
Pekerja sedang melakukan persiapan menjelang Pertemuan Ekonomi Dunia, di Davos, Swiss, Senin (20/1).
Foto: AP/Keystone, Jean-Christophe Bott
Pekerja sedang melakukan persiapan menjelang Pertemuan Ekonomi Dunia, di Davos, Swiss, Senin (20/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Forum Ekonomi Dunia yang bertempat di Davos, Swiss, telah berakhir. Forum yang dihadiri oleh para pemimpin di dunia itu menyimpulkan bahwa ekonomi dunia akan mengalami perbaikan. Meski pun masih dibayangi oleh ketidakpastian.

Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim, Direktur Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde dan Presiden Bank Sentral Eropa Mario Draghi menyatakan, ekonomi dunia masih dibayangi ketidakpastian, risiko dan tantangan. Tantangan tersebut antara lain, krisis di Suriah dan program nuklir Iran.

Presiden Iran Hassan Rouhani yang hadir dalam pertemuan Davos tersebut memposisikan diri sebagai pemimpin yang fokus pada kestabilan dan keamanan dunia. Dalam pidatonya, ia menyampaikan mengenai konsiliasi, moderasi dan investasi.

Rouhani, seperti dikutip Aljazeera, Ahad (26/1), mengatakan, tidak ada ekonomi di dunia yang bisa tumbuh tanpa memperhatikan masalah sosial. Menurutnya, tak ada negara yang bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. 

Ia juga mengatakan, resesi ekonomi yang terjadi saat ini memperlihatkan kalau semua negara berada dalam satu perahu yang sama. "Jika kita tak memiliki pilot-pilot yang bijak, kita akan memiliki masalah. Yang terbaru memerlihatkan, kebijakan ekonomi harus didasarkan pada keadilan sosial dan kepentingan semua orang agar kita dapat memiliki sistem kepemimpinan jangka panjang dan orang-orang dapat meraih keuntungan darinya," ujar dia.

Dalam pertemuan empat hari tersebut, lebih dari 2.500 partisipan dan 100 negara, termasuk 1.500 pimpinan bisnis dan lebih dari 40 kepala negara, bertukar pikiran mengenai masalah dunia. Seperti perbaikan ekonomi, proyeksi keuangan, energi baru, kesehatan, dan perubahan iklim. 

Beberapa pemimpin ekonomi dunia, dalam pidatonya menekankan pada pertumbuhan. PM Jepang, Shinzo Abe, misalnya, mengingatkan dunia kalau Asia telah menjadi mesin pertumbuhan dunia. 

Oxfam, organisasi nirlaba dari Inggris, mengatakan, negara kaya di dunia telah mengeluarkan hukum seenaknya, mengindahkan demokrasi dan menciptakan kesenjangan di muka bumi. Riset Oxfam menunjukan, 85 orang terkaya di bumi memiliki jumlah kekayaan dari setengah populasi di dunia.

Kepala Kebijakan Publik Oxfam, Max Lawson, mengatakan hal tersebut adalah sesuatu yang buruk. "Tidak masuk akal jika kekayaan dari setengah populasi di dunia sama dengan 85 orang terkaya di dunia," ujar dia. 

Kesenjangan tersebut, menurutnya, berdampak buruk. Oxfam menyebutkan, orang kaya di dunia mengacuhkan proses demokrasi dan membuat kebijakan untuk kepentingan diri sendiri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement