Ahad 26 Jan 2014 16:30 WIB

Oposisi Ukraina Tetap Tuntut Pemerintah

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Julkifli Marbun
Aksi demonstrasi di Ukraina, para pengunjuk rasa berhadapan dengan barikade polisi setempat.
Foto: Reuters
Aksi demonstrasi di Ukraina, para pengunjuk rasa berhadapan dengan barikade polisi setempat.

REPUBLIKA.CO.ID, KIEV – Aksi demonstrasi terhadap pemerintahan Presiden Ukraina Viktor Yanukovych tetap akan berlanjut.

Pernyataan ini diungkapkan pemimpin oposisi pemerintahan Arseniy Yatsenyuk setelah ia ditawari untuk menjabat sebagai perdana menteri Ukraina.

Dikutip dari BBC, Yatsenyuk mengatakan pihak oposisi siap untuk menerima kepemimpinan yang ditawarkan, namun beberapa tuntutan utama harus dipenuhi, termasuk digelarnya pemilu dini.

Berbicara di depan massa pendukungnya di pusat kota Kiev pada Sabtu dini hari, para pemimpin oposisi tidak mengatakan secara eksplisit apakah akan menerima tawaran itu.

Mereka justru mengulangi tuntutan awalnya terhadap pemerintahan.

“Viktor Yanukovych mengumumkan bahwa pemerintah tidak siap untuk mengambil tanggung jawab negara dan menawarkannya kepada pihak oposisi untuk memimpin pemerintahan,” kataYatsenyuk.

Lanjutnya, ia mengaku siap untuk menerima tanggung jawab memimpin pemerintahan Ukraina. Namun, pihak oposisi juga menuntut untuk melakukan kerja sama perdagangan dengan Uni Eropa serta membebaskan tahanan politik, termasuk Perdana Menteri Yulia Tymoshenko. 

Selain itu, mereka juga menuntut dicabutnya undang-undang anti protes.

Dalam kicauannya pun, Yatsenyuk mengatakan tetap akan menuntut pemerintahan.

“Warga yang akan memutuskan siapa pemimpin kita, bukan Anda,” katanya. Sementara, Klitschko menegaskan tetap akan menyuarakan tuntutannya dan pembicaraan tersebut tetap akan berlanjut.

“Kami tidak akan mundur dan kami akan tetap membahas dan mencoba untuk menemukan petunjuk,” katanya.

Klitschko juga mengatakan bahwa upaya Yanukovyh dilakukan untuk memecah aksi demonstrasi. “Kami akan tetap melakukan negosiasi dan melanjutkan tuntutan kami yakni digelarnya pemilu dini,” katanya seperti dilansir dari Reuters.

Lanjutnya, demonstrasi yang dilakukan warga Ukraina untuk melawan kasus korupsi presiden ini tidak boleh sia-sia.

Tawaran presiden tersebut dilakukan sebagai upaya untuk mengakhiri kerusuhan. Presiden menawarkan jabatan perdana menteri kepada Yatsenyuk untuk menggantikan Mykola Azarov, dan jabatan wakil perdana menteri kepada mantan petinju Vitali Klitschko pada Sabtu lalu.

Sementara itu, negara Jerman,Prancis, serta negara-negara Barat lainnya telah mendesak pemerintah Ukraina untuk melakukan pembicaraan dengan pihak oposisi.

Namun, Rusia justru meminta negara Barat untuk tidak mencampuri urusan pemerintahan Ukraina.

“Saya peringatkan Menlu AS John Kerry untuk tidak mencampuri urusan dalam negeri Ukraina dan tidak memberikan pernyataan yang dapat membuat situasi semakin panas,” kata Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov.

Unjuk rasa ini dimulai sejak November lalu setelah pemerintah Ukraina memutuskan menolak menandatangani perjanjian kerja sama perdagangan dengan Uni Eropa dan lebih memilih Rusia.

Bentrokan antara pengunjuk rasa anti-pemerintah dan aparat kepolisian tetap berlanjut di Kiev. Para aktivis juga menyerang bangunan markas polisi anti huru-hara.

Dilansir dari AP, kekerasan terakhir terjadi pada Minggu pagi di mana massa anti-pemerintah menyerang aula gedung pemerintahan yang terdapat kantor polisi di dalamnya.

Sebuah bom molotov dilemparkan ke dalam gedung DPR yang berjarak sekitar 250 meter dari Independence Square. Bom yang dilemparkan itu pun memicu kobaran api. Aparat kepolisian membalasnya dengan gas air mata.

Serangan ini dilakukan setelah sekitar 200 aparat kepolisian memasuki bangunan tersebut. Mereka diduga tengah bersiap-siap untuk membubarkan aksi unjuk rasa.

Pada hari sebelumnya, ratusan pengunjuk rasa juga sempat menduduki gedung kementerian energi di Kiev.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement