Selasa 28 Jan 2014 08:21 WIB

Ekonomi Sulit, Rakyat Jepang Menjerit

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Karta Raharja Ucu
Euro dan Yen
Euro dan Yen

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Tiga dari lima rakyat Jepang merasakan 'Abenomik' tidak efektif mengatasi persoalan ekonomi Negeri Matahari Terbit itu. Hasil survei ini berlawanan dengan klaim Perdana Menteri Shinzo Abe.

Kyodo News menggelar survei yang dipublikasikan Senin (27/1) terkait paket kebijakan pemerintah. Survei itu menunjukkan 73 persen dari 1.016 responden tidak merasa diuntungkan dari paket kebijakan yang membuat nilai yen merosot tajam.

Hanya 25 persen responden yang mengaku merasakan manfaat program yang menstimulus pengeluaran dan menjaga kestabilan moneter, dengan harga saham yang terus meningkat. Tujuan program itu untuk mengakhiri stagnansi ekonomi selama 15 tahun.

Temuan ini menjadi semacam anekdot. Sebab, pemulihan kondisi ekonomi Jepang sejauh ini timpang dan hanya dirasakan sedikit dampaknya bagi mayoritas populasi yang mayoritas juga tak memiliki saham.

Temuan ini akan menghantam balik PM Abe yang mengklaim perbaikan ekonomi Jepang mulai berjalan pada eranya. "Ekonomi Jepang baru saja keluar dari deflasi kronis," kata Abe.

Musim semi ini, taraf hidup akan meningkat. Taraf hidup membaik akan membuat konsumsi lebih besar.

Lebih dari 66 persen responden mengatakan mereka tak berharap gaji mereka naik, sementara 28 persen responden mengharapkan hal sebaliknya. Kabar buruk lainnya, 70 persen responden mempertimbangkan membatasi pengeluaran mereka saat pajak meningkat April mendatang pada kisaran lima hingga delapan persen.

Dua dari tiga responden mengaku ragu akan pertumbuhan ekonomi 10 persen yang ditargetkan pemerintah pada Oktober 2015 mendatang. Para pengamat mengatakan perbaikan ekonomi Jepang yang dimulai saat harga barang juga mulai naik sangat cepat, bisa mati karena pajak besar jika pertumbuhan itu diukur dari pengeluaran konsumen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement