REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Pemerintah dan para pemberontak oposisi masih berjuang untuk mengendalikan bagian-bagian penting Sudan Selatan dan jumlah para pencari perlindungan di markas Perserikatan Bangsa Bangsa kian meningkat. Demikian laporan resmi yang dirilis Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Selasa (28/1).
"Misi PBB di Sudan Selatan telah melaporkan keamanan memburuk di beberapa bagian negara kesatuan di mana terdapat fasilitas-fasilitas penting minyak," kata wakil Juru Bicara PBB Farhan Haq kepada wartawan.
Haq mengatakan bentrokan-bentrokan "sporadis" masih dilaporkan terjadi antara pasukan Presiden Salva Kiir dan orang-orang mantan wakil presiden Riek Machar, meskipun pada tingkat yang lebih rendah dari sebelum gencatan senjata yang dimulai pada Jumat (24/1) kemarin.
"Misi telah menerima laporan tentang situasi keamanan yang memburuk di Kabupaten Koch dan Leer di negara bagian Negara Persatuan," kata Haq.
Sebuah kapal patroli UNMISS pergi ke kota Mayom, dekat ibu kota negara bagian persatuan Bentiu, dan mengamati bahwa banyak bagian-bagian kota yang dibakar. Haq mengatakan, jumlah orang yang berlindung di delapan kompleks PBB di seluruh negeri itu telah meningkat menjadi 79 ribu dari 76 ribu pada Selasa (28/1).
Separoh dari jumlah tersebut berada di dua kompleks PBB di ibu kota Juba. Kelompok-kelompok bantuan mengatakan hingga 10 ribu orang telah tewas dalam konflik antara pasukan yang setia kepada Kiir dan Machar, yang meletus pada 15 Desember.