REPUBLIKA.CO.ID, KIEV – Demonstrasi menentangkebijakan pemerintah Ukraina yang tak menunjukan tanda-tanda akan berakhirsemakin menekan pihak pemerintah.
Terakhir, parlemen Ukraina akhirnya meloloskan undang-undang amnesti bagi demonstran yang ditahan dalam kerusuhanyang terjadi beberapa akhir ini.
Dilansir dari BBC, dalam meloloskan undang-undang amnesti ini, pemerintah mengajukan syarat kepada parademonstran. Mereka harus meninggalkan gedung-gedung yang diduduki dalambeberapa hari ini.
Langkah ini pun ditentang oleh partai oposisi dengan tidakmemberikan suara dalam voting tersebut. Tak hanya itu, para pengunjuk rasa di jalanan ibu kota juga menolak langkah pemerintah Ukraina ini.
Pengesahan undang-undang amnesti ini dilakukan dengan mendapatkan 232 dukungan suara yang mayoritas merupakan pendukung dari partai Yanukovych. Sedangkan, 173 anggotaparlemen lainnya tidak memberikan suaranya.
"Parlemen baru saja meloloskanundang-undang terkait para tawanan," kata Oleh Tyahnybok, pemimpin kelompoksayap kanan Svoboda dan tokoh utama demonstran.
Ia melanjutkan, pihak berwenang juga menyadari bahwa mereka telah menawan para sandera sepertimenawan para teroris. "Sehingga mereka dapat memperdagangkan para sandera," katanya.
"Apakah ini merupakansebuah kompromi atau merupakan tawanan politik?" kata salah satu demonstran yang berada di kamp Independence Square, Artem Sharai.
Ia mengatakan akan menduduki gedung-gedung baru apabila pemerintah tidak benar-benar memperbaikisituasi di negara itu. Pemimpin oposisi, VitaliKlitschko, mengatakan kepada para demonstran di Independence Square perjuangan mereka masih akan berlanjut.
"Bukannya mengurangi keteganganmasyarakat, tapi pemerintah justru malah melakukan sebaliknya," katanya.
Klitschko menegaskan sikap pihak oposisi masih tetap sama, yakni mengupayakan pembebasan bagi paraaktivis yang ditangkap pemerintah.
Sementara itu, pada Selasa lalu pemerintah Ukraina juga telah mencabut undang-undang anti-protes yang telah disahkan sekitar dua minggu yang lalu. Pengesahan undang-undang itumemicu kemarahan para demonstran.
Presiden Yanukovych juga telah menerima pengunduran diri perdana menteri Mykola Azarov beserta kabinetnya. Sayangnya, langkah tersebut juga tidak membuat para demonstran menghentikan langkahnya melakukan aksi demonstrasi hingga terbentuk pemerintahan baru.
Protes ini dimulai sejakNovember ketika Presiden Yanukovych menolak menandatangani perjanjian kerjasamaperdagangan dengan Uni Eropa. Ia justru memutuskan untuk bekerja sama dengan Rusia.