Ahad 02 Feb 2014 04:45 WIB

IAEA: Ini Saatnya Tangani Isu Sulit dengan Iran

Kepala IAEA, Yukiya Amano dalam pertemuan di Wina, Austria
Foto: AP
Kepala IAEA, Yukiya Amano dalam pertemuan di Wina, Austria

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Setelah kemajuan baru-baru ini dicapai dengan Iran, sekarang saatnya untuk menangani isu-isu lebih sulit dalam hal program nuklir negara itu, kata kepala badan pengawas nuklir Perserikatan Bangsa Bangsa dalam wawancara yang diterbitkan.

"Kami mulai dengan langkah-langkah praktis dan mudah diterapkan, dan kemudian kita beralih ke hal-hal yang lebih sulit," kata Yukiya Amano, direktur jenderal Badan Energi Atom Internasional (IAEA).

"Kita tentu ingin memasukkan isu-isu dengan dimensi militer mungkin pada langkah ke depan. Kita telah membahas hal itu dan akan terus membahas hal itu pada pertemuan berikutnya - antara IAEA dan Iran pada 8 Februari," katanya.

Amerika Serikat dan beberapa negara Barat lainnya mengklaim bahwa Iran mungkin telah berusaha mengembangkan kemampuan untuk membangun senjata nuklir. Republik Islam dengan tegas membantah klaim tersebut dan mengatakan bahwa program nuklirnya adalah untuk tujuan damai eksklusif.

Para inspektur IAEA pada Rabu mengunjungi tambang uranium Gachin, sebagai bagian dari pernyataan bersama yang Iran dan badan nuklir PBB tandatangani pada kerja sama lebih lanjut mengenai kegiatan nuklir Teheran di ibu kota Iran pada 11 November 2013.

Pernyataan bersama merupakan peta-jalan yang menentukan langkah-langkah bilateral sehubungan dengan isu yang beredar tentang program nuklir Iran.

Berdasarkan perjanjian tersebut, Iran setuju untuk mengizinkan inspektur badan pengawas nuklir untuk mengunjungi situs air berat Arak di Provinsi Markazi, dan tambang uranium Gachin di Bandar Abbas di Iran selatan. Inspektur IAEA mengunjungi pabrik produksi air berat Arak pada 8 Desember 2013.

Diskusi-diskusi Iran-IAEA secara terpisah, tetapi terkait erat dengan perundingan antara Teheran dan Kelompok 5+1 (lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB AS, Inggris, Prancis, Rusia, China ditambah Jerman) mengenai masalah nuklir negara itu.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement