REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pemerintah Cina tengah mengintensifkan upaya untuk mendisiplinkan kehadiran renternir di negara tersebut. Kehadiran pemberi pinjaman berisiko ini terutama menyasar eksportir kecil-kecilan yang jumlahnya sangat banyak sehingga mereka paling terpukul dan dilanda gagap ekonomi.
"Jumlah (rentenir) sangat tinggi. Para peminjam sangat rentan ketika ekonomi domestik sedang tidak menguntungkan,' ujar analis Standard&Poor di Beijing, Qiang Liao, Senin (3/2).
Risiko default dari rentenir ini bisa memicu efek domino yang mengancam sistem keuangan lebih luas di Cina. Bahayanya tampak pada beberapa kasus, seperti banyaknya eksportir batu bara runtuh ketika harga komoditas internasional menurun, sementara mereka memiliki pinjaman pada rentenir.
Lebih dari 43 ribu kasus sengketa pengadilan di Mongolia melibatkan rentenir. Di Jiangsu, Cina Selatan, pengusaha Gu Chunfang yang terbukti menjadi rentenir dijatuhi hukuman penjara sebab menyalurkan kredit mencapai 1.8 miliar yuan dengan meraup keuntungan 40 persen.
Gu menginvestasikan sebagian uang itu di pertambangan batu bara. Gu bahkan rela menjalani operasi plastik di wajahnya untuk mengubah penampilannya demi menghindari polisi ketika dia ditangkap.
Wu Ying, rentenir paling populer di Cina yang dipenjara seumur hidup pada 2012 telah mencurangi investor mencapai 380 juta yuan dengan menawarkan jasa keuntungan 180 persen. Dia berinvestasi di 700 toko dan 20 mobil, termasuk empat unit BMW dan Ferrari.
Analis S&P percaya bahwa pasar rentenir di Cina diperkirakan bernilai tiga hingga empat triliun yuan. Jumlah rentenir di Cina meningkat sejak 2011, ketika pemerintah memperketat pemberian kredit ke perusahaan swasta. Akibatnya, banyak dari mereka yang beralih ke pinjaman bawah tanah.
Upaya Cina mendorong pertumbuhan ekonomi negaranya nyatanya mempercepat munculnya bank bayangan alias shadow banking berkedok rentenir ini. Utang keseluruhan Cina telah menggelembung dalam beberapa tahun terakhir. Rasio total utang terhadap pendapatan domestik bruto (PDB), termasuk utang pemerintah, perusahaan, dan rumah tangga mencapai 218 persen dari PDB 2013, naik 87 persen sejak 2008, menurut riset Fitch Rating.