REPUBLIKA.CO.ID, Seorang wanita bernama Shandra Woworuntu (25), terpaksa harus membuang impiannya di negeri Paman Sam untuk menjadi analis keuangan sukses. Sebaliknya, Shandra malah mengalami pengalaman buruk, dan harus berjuang untuk lepas dari jerat perbudakan seks di negeri adidaya itu.
Pada 28 Januari 2014 lalu, Shandra membagi kisahnya bersama Direktur Aliansi untuk Mengakhiri Perbudakan dan Perdagangan Melysa Sperber. Shandra mengisahkan apa yang dialaminya selama berada di Amerika Serikat (AS) saat wawancara dengan AFP.
Shandra bercerita dengan bahasa Inggris yang terbata-bata. Ia mengatakan awalnya ia memiliki mimpi besar untuk mendulang sukses sebagai analis keuangan di New York. Ia sempat bekerja menjadi analis keuangan di sebuah bank, namun krisis ekonomi Asia mematahkan impiannya. Shandra akhinya mencoba peluang di iklan surat kabar, untuk bekerja sementara di sebuah hotel di Chicago.
Pada 2001, setelah lulus tes dan berbekal visa dari kedutaan besar AS ia terbang mengadu nasib. Ia meninggalkan putri kecilnya dan berjanji akan segera pulang. "Saya senang karena saya pikir ini impian besar saya, dan saya akan mendapatkan uang lalu kembali setelah enam bulan," ujarnya.
Namun, semua impiannya berubah, saat malam pertama tiba di AS ia justru dipekerjakan di sebuah rumah bordil di New York. Lalu, ia mulai berpindah dari satu germo ke germo lain, di antaranya germo asal Malaysia yang dikenal dengan nama Johnnie Wong, seorang pria Taiwan, seorang pria yang hanya bisa bahasa Kanton bahkan seorang Amerika. "Mereka menaruh pistol di kepala saya, saat itu saya hanya berpikir saya harus menyelamatkan hidup saya," ujarnya dengan suara diturunkan menjadi bisikan. "Mungkin saya telah diculik, saya tak tahu persis. Yang saya lakukan bagaimana saya tetap hidup."