REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI -- Kementerian Luar Negeri Libya menyatakan, negaranya telah menghancurkan senjata kimia peninggalan Moammar Gadhafi. Kini Libya mengklaim telah bebas dari senjata kimia. Penghancuran senjata kimia termasuk diantaranya, bom dan artileri yang diisi dengan gas mustard.
Pemberantasan senjat itu menandai kesuksesan penting bagi Libya. "Libya telah benar-benar kosong dari keberadaan senjata kimia, selama ini senjata kimia telah menimbulkan ancaman bagi keselamatan penduduk, lingkungan, atau negara tetangga," ujar Menteri Luar Negeri Libya Mohammed Abdel-Aziz pada Selasa, (4/2), seperti dilansir Aljazeera, Rabu (5/2).
Pencapaian tersebut menurut Abdel-Aziz tak mungkin terjadi dalam waktu singkat. Hal tersebut juga merupakan hasil upaya bersama dalam suatu kemitraan internasional, di antaranya bantuan teknis dan dukungan logitik dari Kanada, Jerman dan Amerika Serikat.
Di bawah pemerintah Gadhafi, Libya menyatakan pada 2004 memiliki 25 metrik ton sulfur mustard dan 1.400 metrik ton bahan kimia prekusor yang digunakan untuk membuat senjata kimia. Libya juga memiliki lebih dari 3.500 bom udara terisi yang dirancang untuk digunakan agen senjata kimia dan tiga fasilitas produk senjata kimia.
Kemudian Gadhafi berusaha untuk menghapuskan citranya sebagai orang buangan internasional dan memulihkan hubungan dengan pemerintah Barat, dengan menghancurkan senjata pemusnah massal yang ada. Ia juga meninggalkan cita-citanya untuk memiliki bom nuklir.
Di awal perang sipil Libya pada 2011, negara tersebut telah menghancurkan 55 persen sulfur mustard dan 40 persen bahan kimia prekusor. Semua operasi tersebut dihentikan pada Februari 2011 saat fasilitas penghancuran berhenti bekerja. Gadhafi digulingkan dari kekuasaannya pada akhir tahun 2011. Setelah revolusi, pemerintahan baru menemukan sejumlah amunisi tambahan yang sarat akan gas mustard yang sebelumnya tak diungkapkan.
Penghancuran dilanjutkan pada awal 2013, di sebuah fasilitas daerah terpencil di Ruwagha sekitar 600 km selatan Tripoli. Saat ini Libya tengah mempersiapkan penghancuran sisa kimia prekursor hingga akhir 2016.
Direktur Organisasi untuk Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) Ahmet Uzumcu mengatakan, senjata kimia telah digunakan di Libya pada masa lalu. Penggunaannya bukan untuk tujuan damai, sehingga menimbulkan ancaman langsung.Uzumcu mengatakan, penghancuran senjata kimia di Libya merupakan langkah besar yang dilakukan pemerintah. "Ini merupakan contoh yang baik dari kerjasama internasional yang patut ditiru di Suriah dalam skala yang lebih besar," kata Uzumcu.