Rabu 05 Feb 2014 18:21 WIB

Demonstrasi Berlanjut, Ekonomi Thailand Terancam

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Dewi Mardiani
 Seorang pengunjuk rasa anti-pemerintah berdiri di samping bendera nasional Thailand, saat berunjuk rasa di pusat kota Bangkok (15/1).   (Reuters/Chaiwat Subprasom)
Seorang pengunjuk rasa anti-pemerintah berdiri di samping bendera nasional Thailand, saat berunjuk rasa di pusat kota Bangkok (15/1). (Reuters/Chaiwat Subprasom)

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -– Kerusuhan yang terus berlanjut di Thailand kini hampir berimbas pada perekonomian negeri itu. Bahkan, kerusuhan telah memaksa bank Sentral Thailand memberikan peringatan adanya resiko penurunan pertumbuhan perekonomian apabila kekisruhan masih berlanjut.

Dilansir dari Reuters, Rabu (5/2), Komite Kebijakan Moneter Bank Thailand (MPC) mengatakan krisis politik yang berkepanjangan ini akan mempengaruhi perekomian negaranya yang bergantung pada sektor pariwisata. Bahkan, pasar saham telah menurun hingga lebih dari 10 persen sejak awal November lalu. 

“Komite berpendapat pertumbuhanekonomi beresiko akan menurun. Dampaknya akan lebih terasa apabila kerusuhanterus berlanjut,” katanya. Lanjutnya, sektor swasta pun telah terkenadampaknya, sedangkan belanja infrastruktur juga telah terhenti.

Kondisi ini juga membuat gelisah para investor dan konsumen di dunia bisnis. Sebelumnya, komite telah memangkas pertumbuhan ekonomi untuk tahun ini dari empat persen menjadi sekitar tiga persen.

Gubernur bank Sentral, Prasarn Trairatvorakul, mengatakan pertumbuhan perekonomian itu bahkan akan tumbuh ada di bawah tiga persen sebagai dampak kerusuhan. Berdasarkan data MPC, pertumbuhan ekonomi terlihat semakin melemah. Hasil produksi pada Desember pun jatuh hingga 6.1 persen dari tahun sebelumnya. Sedangkan, ekspor pada bulan itu naik hingga 1,9 persen.

Menurut lembaga Fitch Rating, sejak krisis politik di Thailand terjadi pada 2006, perekonomian Thailand masih bertahan. Pertumbuhan pendapatan nasional rata-rata mencapai 2,9 persen dari tahun 2008 hingga 2013. Angka ini lebih tinggi dari rata-rata pendapatan nasional negara-negara lain yang setara dengan Thailand, yang hanya mencapai 2,6 persen. “Ketegangan politik ini mempengaruhi aktivitas perekonomian,” katanya.

Sementara itu, PBB mengecam tindakan oposisi Thailand yang memblokade beberapa tempat pemungutan suara (TPS) di beberapa tempat. Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon, mengatakan tidak akan memaafkan berbagai tindakan yang merusak proses demokrasi di Thailand.

Selain itu, ia mendesak agar kedua belah pihak melakukan dialog untuk menemukan solusi krisis yang tengah memanas.  “Setiap tindakan yang merusak proses demokrasi dan menghambat hak demokratis rakyat Thailand tidak dapat dimaafkan,” katanya, seperti dilansir dari Bangkok Post.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement