REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) sangat prihatin terkait laporan adanya pelanggaran oleh Pemerintah Sudan Selatan dan pasukan gerilyawan atas kesepakatan gencatan senjata yang ditandatangani pada Januari.
"Kami mendesak dilakukannya penggelaran kembali atau penarikan bertahap pasukan asing yang diundang oleh kedua pihak dan memperingatkan mengenai konsekuensi serius yang dapat muncul dari setiap tindakan untuk meregionalkan konflik ini," kata Juru Bicara Departemen Luar negeri AS Jen Psaki dalam satu pernyataan, Sabtu (8/2)
AS juga dengan kuat mendesak Pemerintah Sudan Selatan agar memfasilitasi pekerjaan satu tim yang telah tiba di Juba, ibu kota negara itu, guna memantau dan mengabsahkan penerapan kesepakatan gencatan senjata tersebut, kata Psaki.
Kesepakatan gencatan senjata itu, yang ditandatangani pada 23 Januari, mengupayakan dihentikannya pertikaian politik di negara termuda di dunia tersebut antara Presiden Salva Kiir dan mantan wakilnya Riek Machar. Machar dipecat dari jabatannya pada Juli 2013 dan belakangan dituduh melakukan upaya kudeta.
Ribuan orang diduga telah tewas dan lebih dari 870 ribu orang lagi telah meninggalkan rumah mereka sejak pertempuran meletus pada 15 Desember antara kedua pihak.
"AS menyerukan Pemerintah Sudan Selatan agar membebaskan sisa empat tahanan politik yang telah dipenjarakannya karena mereka diduga terlibat dalam upaya kudeta tersebut," kata Psaki.
Psaki menambahkan tindakan itu akan mengurangi ketegangan dan membangun kepercayaan dalam proses perujukan yang melibatkan semua piha. Penting bahwa Pemerintah Sudan Selatan segera menghentikan setiap serangan terhadap instalasi dan personel Misi PBB di Sudan Selatan.