Senin 10 Feb 2014 05:57 WIB

Seorang Militan Tewas Dalam Bentrokan di Tunisia

Pendukung Presiden Muhammad Mursi mengevakuasi orang terluka dalam bentrokan dengan pasukan keamanan Mesir di Ramses Square, Kairo, Mesir, Jumat (16/8).
Foto: AP/Hassan Ammar
Pendukung Presiden Muhammad Mursi mengevakuasi orang terluka dalam bentrokan dengan pasukan keamanan Mesir di Ramses Square, Kairo, Mesir, Jumat (16/8).

REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS- Sebuah bentrokan terjadi antara kelompok militan dengan polisi di Kota Tunis, Tunisia pada Ahad (9/2). Akibatnya seorang militan tewas dan tiga orang militan lainnya ditangkap polisi, termasuk satu orang tersangka yang terlibat dalam pembunuhan seorang pemimpin oposisi tahun lalu.

Hmed Malki, yang ditangkap Sabtu larut malam, merupakan tersangka utama dalam pembunuhan Mohamed Brahmi, yang kematiannya membantu membawa Tunisia ke dalam krisis politik, kata seorang juru bicara kementerian dalam negeri.

Insiden itu merupakan operasi besar kedua di Tunisia dalam waktu satu pekan setelah tujuh militan yang memiliki rompi-rompi bom bunuh diri dan peledak tewas dalam penyerbuan terhadap sebuah rumah di sebelah utara Tunis pada pekan lalu. Seorang polisi juga tewas.

Para pejabat tidak menyebutkan nama kelompok yang terlibat, namun pasukan Tunisia menumpas Ansar al-Sharia, yang muncul setelah pemberontakan 2011 menggulingkan pemerintah Zine El-Abidine Ben Ali, yang menindas kelompok garis keras pada masa kekuasaannya.

Pemerintah Tunisia, yang dipimpin oleh partai moderat Ennahda yang berkoalisi dengan dua partai sekuler kecil, didesak agar menangani ancaman keamanan dari militan, untuk membantu mengamankan peralihan demokratis negara Afrika Utara itu.

Ennahda menanggapi dengan mengumumkan Ansar al-Sharia sebagai sebuah organisasi teroris dan menuduh kelompok itu membunuh dua pemimpin oposisi sekuler.

Insiden terakhir itu menandai semakin memburuknya keamanan di Tunisia, yang sejauh ini telah ternoda oleh serangan-serangan militan yang dua diantaranya menewaskan dua politikus sekuler oposisi yang menyulut krisis politik.

Tunisia menahan ratusan militan garis keras dalam setahun terakhir yang dituduh terlibat dalam serangan-serangan.

Keadaan yang tidak stabil memburuk ketika militan garis keras meningkatkan serangan-serangan yang menewaskan delapan prajurit pada Juli tahun lalu.

Peristiwa pada 29 Juli di dekat perbatasan Aljazair itu merupakan salah satu serangan terbesar terhadap pasukan keamanan Tunisia dalam beberapa dasawarsa ini.

Pada Mei, tentara dan polisi Tunisia memburu lebih dari 30 tersangka militan terkait Al Qaida di dekat perbatasan negara itu dengan Aljazair, dan Presiden Moncef Marzouki pergi ke daerah itu untuk mengawasi operasi tersebut.

Tunisia semakin khawatir atas serangan-serangan yang dituduhkan pada militan garis keras bersenjata.

Pemerintah Tunisia saat ini juga sedang menghadapi peningkatan protes oleh oposisi sekuler yang menuntut pengunduran diri mereka.

Oposisi, yang marah atas pembunuhan dua pemimpin mereka dan terilhami oleh penggulingan presiden Islamis oleh militer di Mesir, berusaha menggulingkan pemerintah Tunisia yang dipimpin partai Ennahda.

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement