REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lemahnya kewibawaan pemerintah Indonesia menyebabkan Singapura melecehkan Tanah Air dengan hal-hal yang sebenarnya bukan urusan Singapura, kata Koordinator Jaringan Rakyat Bela Bangsa (JRBB) Hans Suta Widhya.
Dalam siaran persnya di Jakarta, Senin, dia menyatakan Singapura tidak mempunyai alasan apapun untuk mengintervensi penamaan kapal perang Indonesia KRI Usman Harun.
"Kami prihatin dengan lemahnya kewibawaan bangsa di tangan pemerintah saat ini, sehingga untuk urusan nama kapal punya milik sendiri pun dipersoalkan Singapura," kata Hans Suta Widhya seperti dikutip dari siaran pers tersebut.
Menurut Hans, sudah sepekan ini berbagai media Singapura mempersoalkan nama kapal perang RI tersebut. Jika hal tersebut terus berlanjut, maka sama saja dengan mengajak perang bangsa Indonesia. "Ini harus direspon positif, kalau pemerintahnya peragu, rakyat harus bergerak. jangan mau kita dilecehkan," ujarnya.
Bukan itu saja, Hans menilai Singapura juga sudah melupakan sejarah dan tokoh-tokoh seniornya sendiri. Pada 1973, Perdana Menteri (PM) Lee Kuan Yew telah menaburkan bunga ke makam Usman dan Harun di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata. "Dengan demikian, seharusnya tidak ada lagi permasalahan penolakan Singapura terhadap pemberian nama kapal perang Indonesia," kata dia.
Hans menambahkan, Indonesia berhak menggunakan nama-nama pahlawan nasional pada aset dan barang-barang Indonesia. "Kalau mereka mempersoalkan terus soal begini, berarti Singapura ngajak perang dan tentunya hal ini harus diladeni. Biar rakyat yang bergerak, kalau pemerintahnya tidak tegas," ujarnya.
Usman Haji Mohamed Ali dan Harun Said merupakan dua prajurit Korps Komando Operasi (KKO) TNI AL, yang tewas setelah dihukum mati oleh pemerintah Singapura pada 17 Oktober 1968. Keduanya tertangkap setelah melakukan pengeboman di MacDonald House di Orchard Road, Singapura, pada 10 Maret 1965 yang menewaskan tiga orang dan melukai 33 orang.
Tindakan pengeboman itu ditujukan untuk menjalankan tugas tanggung jawab mereka sebagai prajurit dalam membela bangsa Indonesia. Karena itu, bangsa Indonesia menganggap keduanya sebagai pahlawan nasional.
"Keduanya membela negara Indonesia, itulah sebabnya tidak ada alasan bagi negara mana pun melakukan intervensi terhadap Indonesia dalam menentukan nama kapal perang kita," kata Hans.