Selasa 11 Feb 2014 01:31 WIB

Ancam Pangeran Harry, Mualaf ini Dibui Tiga Tahun

Rep: friska yolandha/ Red: Muhammad Hafil
Pangeran Harry.
Foto: REUTERS
Pangeran Harry.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Seorang lelaki asal Irlandia divonis tiga tahun penjara atas rencananya untuk membunuh calon penerus tahta Kerajaan Inggris, Pangeran Harry. Putusan itu diambil oleh hakim di Pengadilan Isleworth Crown di London, belum lama ini.

Ashraf Islam (31 tahun) mengaku bersalah setelah mengancam akan membunuh Pangeran Harry pada Mei tahun lalu. Ancaman ini ia layangkan 24 jam setelah pembunuhan brutal tentara Lee Rigby di Woolwich. 

Ashraf menilai, ia memiliki hak moral untuk melayangkan ancaman tersebut karena ia tidak sepaham dengan British Armed Forced. Di mana, Pangeran Harry merupakan salah satu anggotanya.

Namun setelah itu ia menyerahkan diri kepada polisi secara suka rela. Dalam keterangannya kepada polisi, mualaf yang sebelumnya bernama Mark Townley ini berencana membunuh Pangeran Harry menggunakan pistol berkaliber rendah. Ia bahkan memberi nama aksinya sebagai Operasi Regal.

"Ashraf mengakui ia berniat membunuh Pangeran Harry karena Harry 'memiliki darah di tangannya'," kata Hakim Richard McGregor-Johnson, seperti dilansir Irish Mirror, Selasa (11/2).

Sebuah dokumen dalam komputer Ashraf menyebutkan, ia telah menunjuk Pangeran Harry sebagai target. Ia bahkan telah melakukan penelitian tentang keberadaan anak kedua dari Pangeran Charles dan Putri Diana tersebut.

"Sasaran tembak. Tidak ada warga sipil yang terluka. Dress code: pakaian biker. Gunakan pistol berkaliber rendah dengan jarak tembak dekat. Tidak terlihat seperti ekstrimis Islam," begitu tulisan dalam dokumen Ashraf yang ditemukan pihak kepolisian.

Namun, polisi menilai rencana ini jelas tidak mungkin berhasil. McGregor-Johnson menilai tidak ada yang bisa menggambarkan tindakan Ashraf tersebut sebagai seorang pembunuh profesional.

Hakim mempertimbangkan hukuman yang lebih panjang untuk Ashraf. Namun, hal tersebut dianggap berlebihan. "Kalaupun pengadilan menemukan orang ini membahayakan masyarakat, tidak ada yang membenarkan hukuman lebih lama dari ini," ujar McGregor-Johnson.

Pengacara Islam, Roxanne Morrel, menyatakan kliennya mengalami gangguan kepribadian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement