REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat mengatakan akan membatasi bantuan yang menguntungkan para politisi Bangladesh. Alih-alih, memilih menyalurkan bantuan untuk mengatasi masalah tenaga kerja dan isu lain di tengah-tengah pertikaian politik yang berkepanjangan di negara itu.
Asisten Menteri Luar Negeri untuk Asia Selatan, Nisha Biswal, menyampaikan kembali seruan untuk penyelenggaraan pemilu baru. Ini setelah pemilihan umum pada 5 Januari diboikot oleh kelompok oposisi.
Dia juga mendesak Bangladesh untuk membuat langkah besar dalam hal keamanan pabrik. Khususnya setelah serangkaian bencana yang mengerikan.
Berbicara di hadapan Komite Hubungan Luar Negeri Senat, Biswal mengatakan AS membatasi program yang memberikan manfaat langsung kepada anggota parlemen.
"Sesungguhnya tidak ada keuntungan ekonomi, atau keuntungan pembangunan di Bangladesh dapat dipertahankan jika tidak ada lembaga yang transparan dan akuntabel sebagai dasarnya," katanya.
Biswal mengatakan, bantuan untuk politisi sudah cukup terbatas. Apalagi AS sedang berusaha untuk menetapkan prioritas di masa anggaran ketat.
Politik di Bangladesh telah mengalami sejumlah masalah selama puluhan tahun masa persaingan pribadi antara PM Sheikh Hasina dan pemimpin oposisi Khaleda Zia.
Biswal mengatakan AS bekerja sama dengan negara lain untuk mendorong dialog antara para pesaing itu. Termasuk penyelenggaraan pemilu baru. "Saya tidak akan mengatakan bahwa kami telah memiliki daya tarik positif yang luar biasa," paparnya.