REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Perdana Menteri Inggris, David Cameron kembali berkeliling meninjau banjir yang menyapu selatan hingga barat Inggris. Ia juga mengadakan konferensi pers, Selasa (11/2) sore untuk menunjukan pemerintah tengah berjuang melewati krisis.
Ia juga melaporkan kerusakan akibat meluapnya sungai Thames ini. Assosiated Press melansir, pada Januari kemarin, Inggris merpuakan yang terbasah sejak 250 tahun lalu, yakni1766.
Kantor Meteorologi Inggris meramalkan hujan lebat, angin kencang yang parah dan bahkan salju masih akan melanda. Kecepatan angin di beberapa daerah diperkirakan akan mencapai 90 mil (sekitar 145 kilometer) per jam.
Pantai barat daya juga berulang kali diterjang badai. Konferensi pers ini dinilai penting karena konferensi pers terakhir mengenai banjir dilaksanakan pada 238 hari lalu ketika Cameron berada di Irlandia Utara.
Ia menegaskan pemerintah akan melakukan apa saja untuk melewati krisis. Menurut dia uang bukan masalah dalam pertempuran melawan banjir yang diproyeksikan terus naik.
Cameron dilaporkan akan menunda kunjungannya ke Timur Tengah, Israel pada akhir bulan dan lebih memilih mengawasi banjir. "Berapa pun uang yang dibutuhkan untuk upaya bantuan ini akan digunakan," katanya ditengah air bah yang membanjiri jalan-jalan, jalur kereta api, taman bahkan pemakaman.
Cameron bahkan menuliskan cek kosong untuk para korban banjir. "Kami akan menghabiskan apa pun yang diperlukan untuk pulih dari ini," katanya.
Tindakannya seakan dilakukan untuk menenggelamkan banyak spekulasi dari berbagai pihak.
Bencana banjir ini memang akhirnya menjadi isu politik.
Beberapa kritikus mengatakan pejabat terlalu menghemat anggaran sehingga tidak menghabiskan cukup dana untuk pengerukan sungai atau melakukan pertahanan terhadap banjir. Kritikus lainnya menuduh pemerintah gagal memfokuskan energi untuk memerangi perubahan iklim.
Sementara kritikus lain tetap bertanya-tanya mengapa anggaran bantuan luar negeri pemerintah tidak bisa digunakan untuk membantu korban banjir.