Kamis 13 Feb 2014 12:06 WIB

Sekjen PBB Ungkap Penggunaan Bom Curah di Sudan Selatan

Sekjen PBB Ban Ki-moon
Foto: AFP
Sekjen PBB Ban Ki-moon

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa Ban Ki-moon Rabu mengutuk apa yang dia katakan penggunaan bom curah dalam perang di Sudan Selatan.

Sisa-sisa semacam senjata ini ditemukan pekan lalu oleh petugas penjinak ranjau PBB di satu jalan ibu kota Juba ke Bor di negara bagian Jonglei, kata pernyataan PBB itu.

Diluncurkan dari darat atau dari udara, bom cluster itu terbelah sebelum berdampak menyebar menjadi beberapa bom-bom di wilayah yang luas. Tetapi banyak juga yang gagal meledak dan mereka tetap berbahaya selama berbulan-bulan.

Juru bicara PBB Martin Nesirky mengatakan tidak jelas pihak mana dalam perang Sudan Selatan yang menggunakan bom curah itu.

"Kami tidak dalam posisi untuk mengatakan siapa yang menggunakan bom curah itu, tetapi amunisi seperti itu digunakan," kata Nesirky.

Ban menyambut baik pembukaan pembicaraan perdamaian Selasa antara pemerintah Sudan Selatan dan pemberontak. Mereka telah berperang hampir selama dua bulan yang telah menewaskan ribuan orang dan memicu 900.000 orang mengungsi meninggalkan rumah mereka.

Namun Ban mengatakan ia prihatin dengan laporan-laporan pertempuran di dua negara berlanjut meskipun perjanjian gencatan senjata ditandatangani pada 23 Januari.

Dia meminta kedua pihak untuk menghormati gencatan senjata dan bekerja sama dengan mediator dari blok Afrika Timur yang disebut Otoritas Antar-Pemerintah tentang Pembangunan.

Pasukan yang setia kepada Presiden Salva Kiir dan tentara pembelot yang mendukung mantan wakil presiden Riek Machar telah bertempur sejak pertengahan Desember.

Sudan Selatan menjadi negara berdaulat pada Juli 2011 setelah memisahkan diri saat puncak perang saudara melawan Khartoum yang berlangsung sejak 1983-2005.

Nesirky, sementara itu, mengatakan bahwa pasukan yang dikerahkan di bawah UNMISS,

Pasukan Penjaga Perdamaian PBB di Sudan Selatan, telah melaporkan suasana "tegang" di kota Malakal, di mana ribuan orang telah terperangkap akibat pertempuran.

UNMISS melaporkan bahwa bagian selatan dari Malakal itu kosong sementara pasukan pemerintah berada di bagian lain kota.

PBB melindungi sekitar 22.000 orang di dalam pangkalannya di Malakal dan total sekitar 75.000 di seluruh negeri itu.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement