REPUBLIKA.CO.ID -- JENDOUBA -- Diperkirakan lebih dari seribu pengunjukrasa bekumpul di kota Jendouba, Tunisia, dan mengecam pembunuhan terhadap empat korban yang diduga dilakukan oleh kelompok gerilyawan.
Ketika para korban dimakamkan, perdana menteri yang baru Mehdi Jomaa menyata bahwa negara tidak akan dibuat runtuh oleh "terorisme". "Tunisia adalah bebas, terorisme keluar," "Martir orang-orang beriman" merupakan seruan yang diucapkan oleh para demonstran di luar gedung gubernur di kota di barat laut Tunisia.
Negeri itu diguncang serangan di sejumlah wilayah sejak revolusi 2011, yang menggulingkan kepemimpinan diktator selama puluhan tahun dan meletup sejak gelombang demonstrasi melanda negara-negara Arab.
Para demonstran menyampaikan dukungan mereka terhadap pasukan keamanan, berhenti di depan pos pilisi dan menyanyikan lagu kebangsaan "Kami bersama Anda". Banyak pula yang kemudian menghadiri pemakaman korban serangan yang dilaksanakan di tempat terpisah.
Seperti dikutip dari AFP pada Selasa (18/2), sekelompok orang bersenjata yang sudah memasang batu perintang di tengah jalan di wilayah Jendouba, sekitar 45Km dari perbatasan Aljazair, menembak mati seorang warga sipil dan seorang tahanan ketika kendaraan mereka mendekat.
Ketika Pasukan Keamanan Nasional tiba untuk menyelidiki, kelompok penyerang melepas tembakan yang membuat dua petugas terbunuh dan dua lainnya terluka.
Menteri Dalam Negeri, Lotfi Ben Jeddou menghadiri pemakaman salah seorang petugas. Di Tunis, beberapa waktu kemudian, Jomaa mengadakan rapat dengan dewan keamanan nasional bersama Presiden Moncef Marzouki dan Ben Jaddou.
"Saya yakinkan anda bahwa moral petugas keamanan sangat kuat. itu sudah tekat bulat mereka," katanya kepada wartawan melalui media televisi dan radio sesudah rapat.
"Para teroris itu berencana meruntuhkan negara. Karena mereka tidak bisa melakukannya, maka sekarang mereka berusaha mengganggu kepercayaan masyarakat yang sudah kembali," tambahnya.
Pemerintahan merdeka dipimpin Jomaa yang bertugas menyelenggarakan pemilu baru Tunisia pada 30 Januari telah menggantikan pemerintahan oleh pemimpin Islam dengan kemenangan yang berat dan mengakhiri kekacauan politik yang sudah terjadi selama berbulan-bulan.
Banyak saksi mata atas kekerasan yang mematikan di Tunisia sejak 2011 yang meningkat dan dituding dilakukan oleh Ansar al-Sharia, gerakan garis keras terkait Al Qaeda.