REPUBLIKACO.ID, AUSTRALIA -- Swastanisasi sektor energi di Australia dinilai gagal memberi manfaat yang dijanjikan bagi konsumen. Jumlah keluhan konsumen yang pasokan energinya dikelola swasta justru meningkat tajam.
Demikian terungkjap dalam laporan yang disusun ekonom Professor John Quiggin untuk Serikat Pekerja Listrik (ETU) Australia.
Kesimpulan dalam laporan tersebut adalah bahwa swastanisasi sektor energi gagal memberi manfaat yang dijanjikan bagi konsumen Australia.
Quiggin meneliti tentang reformasi swastanisasi listrik selama 20 tahun. Termasuk yang ia teliti adalah hasil penjualan energi di negara bagian Victoria dan South Australia.
Menurutnya, bukannya menguntungkan, swastanisasi justru mengakibatkan kerugian besar bagi masyarakat.
Penelitian Quiggin menunjukkan bahwa kenaikan harga listrik paling tinggi di negara-negara bagian yang jaringan energinya dijalankan pihak swasta.
Selain itu, keluhan konsumen yang disampaikan pada ombudsman bidang energi di negara-negara yang energinya dijalankan pihak swasta juga melonjak, dari 500 menjadi 50 ribu tiap tahun.
Maka, menurut Quiggin, pilihan yang terbaik adalah kepemilikian infrastruktur energi oleh pemerintah.
Scott Emerson, yang saat ini menjabat bendahara negara bagian Queensland, menyatakan bahwa pemerintahnya tak akan menjual aset-aset energi Queensland sebelum pemilihan umum mendatang.
"Kami tak akan menjual bisnis milik negara tanpa adanya mandat," ucapnya.
Menurut Emerson, laporan Quiggin tidak cukup kredibel. "Profesor Quiggin bukanlah komentator yang objektif dalam bidang ini," ucap Emerson.
"Kenyataannya, ada alasan kenapa ETU memilih Profesor Quiggin - pandangannya tentang masalah ini sudah diketahui. Mereka mengkomisi [Quiggin] untuk membuat laporan, sementara mereka sudah tahu jawabannya nanti seperti apa."
Menteri bidang energi negara bagian, Mark McArdle, mengatakan bahwa badan usaha milik negara yaitu Ergon, Energex dan Powerlink tidaklah untuk dijual. Tak ada agenda penjualan aset sebelum pemilu.